Hari-hari libur berjalan dengan cepat kini Dira sudah harus kembali berkutat dengan pelajaran sekolah juga dengan band-nya yang akan tampil di ulang tahun sekolah sebentar lagi.
Kesibukan barunya membuatnya tidak lagi memikirkan perihal Kak Andra dan Kara. Ia juga tidak lagi mencari tahu apa Kak Andra sudah menyatakan perasaannya pada Kara atau belum.
Namun, Dira sungguh berharap jika Kak Andra menyatakan perasaannya pada Kara, Kara akan menanggapinya dengan bijak. Terlepas nanti Kara akan membalas perasaan Kak Andra atau tidak yang sangat membuatnya cemas yaitu bagaimana nanti Kak Andra memperlakukan Kara, semoga Kara memikirkan itu.
Tentu saja Dira percaya bahwa orang yang sedang jatuh cinta akan memperlakukan seseorang yang dicintainya dengan baik. Tapi tidak tahu sampai kapan perasaan jatuh cinta itu bertahan.
Kadang kala seseorang yang saling mencintai bisa saling menyakiti, entah itu mereka sadari atau tidak. Cinta memang bisa membuat perasaan pemiliknya berbunga-bunga, tetapi bisa pula berbalik menjadi duri tajam yang menikam pemiliknya.
"Sampai kapan mau ngelamun mulu? Aku yakin kamu tadi tidak mendengar penjelasan guru di depan?" Malvin duduk di kursi depan bangku milik Dira yang sudah ditinggal pemiliknya keluar kelas untuk beristirahat.
Dira mengerjap kemudian tersenyum. "Ini tidak separah kemarin-kemarin kalau kamu tahu."
"Apa yang kamu pikirin?"
"Cinta?" Dira menelengkan kepalanya. "Setelah sekian lama akhirnya aku memikirkan ini lagi."
Malvin menaikkan sedikit sebelah alisnya. "Kamu lagi jatuh cinta?"
"Bukan aku tapi orang lain. Emm, tapi aku sempat hampir tertarik sama orang ini. Untunglah masih hampir. Terakhir aku memikirkan cinta itu soal kamu, cinta monyet. Tapi kalau kita menjalin hubungan saat SMA apa pas nanti kita udah dewasa juga menganggap itu cinta monyet?"
"Kita?" Malvin terkekeh.
"Jangan salah paham, Malvin!"
"Iya-iya tahu kok. Kita menganggapnya cinta monyet atau bukan menurutku bukanlah hal yang salah, kalau aku menganggapnya kenangan. Namanya kenangan pasti akan kita kenang atau ingat di masa depan."
Dira mengangguk. "Menurut kamu apa aku seseorang yang mudah jatuh cinta?"
"Yang tahu itu kamu sendiri, Dira. Tapi kamu seseorang tegas soal perasaan kamu. Seperti kamu saat memutuskan untuk tidak lagi menaruh rasa padaku ketika tahu aku menyakiti Kara. Bahkan kamu tidak goyah ketika aku mengungkapkan perasaanku."
"Emm, baiklah."
"Kenapa?"
"Nggak pa-pa. Kita ke kantin saja yuk mumpung masih ada lima belas menit sebelum bel masuk bunyi." Dira menarik lengan Malvin agar cowok itu bangkit.
Mereka menikmati sisa waktu istirahat mereka dengan makan semangkuk soto dan obrolan santai.
•••
"Menurut lo laki-laki dan perempuan bisa berteman tanpa melibatkan perasaan? Terus bagaimana menurut lo soal friendzone?" Setelah melontarkan pertanyaan barulah Jendra menyuapkan suapan terakhir makananya ke dalam mulut.
Bekal yang Kara buat khusus untuk Jendra hari ini ludes di habiskan tanpa sisa oleh Jendra. Untuk hari ini dan berikutnya Kara memutuskan membuat dua bekal, untuk dirinya sendiri dan Jendra. Mereka tidak lagi makan dengan satu kotak makan. Jendra tidak keberatan atas keputusan Kara itu.
"Aku belum memikirkan ini sebelumnya. Mungkin laki-laki dan perempuan bisa berteman tanpa melibatkan perasaan setelah mereka melewati fase itu, fase kayak kagum ke salah satu sampai akhirnya itu berlalu. Perasaan lebih dari teman itu akan rumit, tidak seperti hanya murni berteman. Kadang pertemanan saja sudah rumit apalagi dicampur sama perasaan lainnya, cinta misalnya. Namun, jika yang bersangkutan bisa menyingkapi perasaannya dengan baik ya nggak pa-pa. Friendzone, ya? Bukannya akan tersiksa jika kita memasuki zona itu? Apalagi perasaannya tidak terbalas. Tapi sekali lagi itu tergantung yang bersangkutan dan bagaimana cara menyingkapi. Banyak pilihan untuk menanggapi zona itu dan banyak pertimbangan juga. Contohnya, jika mau mengungkapkan perasaan pasti ada pertimbangan apakah jika mengungkapkan perasaan pertemanan akan terusik atau tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...