"Mumpung lo nggak bawa bekal gue ajak lo ke kantin. Udah lama juga kan lo nggak ke kantin?" Genggaman tangan Jendra semakin mengerat tatkala Kara berusaha melepaskan genggaman tangannya. "Lo mau kan?"
Kara tersenyum walaupun terpaksa. Anggukan kepalanya membuat Jendra bersorak senang. Sekarang yang dapat ia lakukan hanyalah pasrah dan membiarkan Jendra melakukan apa yang diinginkannya.
"Boleh pinjam ponsel lo?" tanya Jendra, "sebentar aja kok."
Kara mengambil ponselnya di saku seragamnya dan memberikannya pada Jendra.
"Kita udah jadi teman jadi gue kasih nomor ponsel gue ke lo." Jendra mengembalikan ponsel Kara setelah mengetikkan nomor ponselnya dan menyimpan nomornya di ponsel Kara. Dia juga missed call ke nomornya sendiri agar dia juga memiliki nomor Kara.
Kening Kara mengernyit. Dia belum pernah bilang secara gamblang bahwa ia sudah menerima Jendra sebagai temannya, ya, meskipun selama ini perilakunya kepada Jendra sudah menunjukkan bahwa ia sudah menerima laki-laki itu.
"Kemarin gue nggak sengaja ketemu kembaran lo waktu pulang sekolah dan gue ngira itu lo tapi ternyata kembaran lo, Dira. Dia mau nyusul lo ke perpus."
"Oh jadi Dira yang memberi tahu."
"Jangan sungkan menghubungi gue kan sekarang udah tahu nomor ponselnya masing-masing. Gue siap dua puluh empat jam buat nerima pesan atau nerima panggilan dari lo!"
Lagi-lagi yang dilakukan Kara hanya mengangguk.
Sampai di kantin hiruk pikuk siswa ataupun siswi menyapa mereka. Genggaman tangan Jendra semakin mengerat bahkan Kara merasa tangannya sudah berkeringat karena sudah cukup lama dalam genggaman tangan Jendra.
Baru beberapa langkah mereka memasuki area kantin hampir semua mata tertuju ke arah mereka, bukan mereka melainkan Kara, seolah-olah Kara adalah sesuatu yang aneh yang menarik perhatian mereka.
Menjadi pusat perhatian sudah menjadi santapan Kara setiap hari apalagi saat orang-orang mengetahui kondisinya yang berbeda. Di halte bus, di bus, di toko buku, dan tempat-tempat yang pernah ia kunjungi ataupun tempat-tempat yang ia kunjungi setiap hari. Tatapan perihatin sering kali ia dapatkan meski ada pula tatapan mencemooh.
"WOY JENDRA TUGAS LO MTK LO BELUM LO KUMPULIN!" teriakan itu berasal dari seorang siswa yang tiba-tiba datang dan menarik Jendra dengan buru-buru.
Jendra ingin menepis tangan Akmal yang tiba-tiba menyeretnya karena tidak ingin meninggalkan Kara sendirian. Tapi di lain sisi ia juga tidak ingin membersihkan toilet siswa di lantai tiga lagi.
"Sebentar lagi gue balik," ucap Jendra.
Kara menatap Jendra yang sudah pergi. Jendra meninggalkannya. Helaan napas keluar dari mulutnya. Ia terpaksa berjalan sendirian ke arah penjual di kantin.
Masih banyak tatapan mata yang memperhatikan Kara namun Kara memilih tidak mempedulikannya. Tapi saat seseorang menghadang langkahnya membuat Kara menggeram dalam hati.
Kara menatap sosok yang sudah menghadangnya. Masih orang yang sama. Seorang yang mengganggunya sejak Masa Orientasi Siswa. Ia tidak tahu mengapa orang ini gemar sekali menganggunya dan merendahkannya.
Selama ini mungkin Kara jarang sekali di ganggu sama orang ini, Reiko, karena ia sengaja menghindari Reiko. Ia menghindar bukan karena takut tapi ia malas menghadapi Reiko yang sifatnya sebelas dua belas dengan setan.
"Akhirnya lo keluar dari persembunyiannya lo!" Reiko tersenyum miring yang di balas Kara dengan mengangkat satu alisnya.
"Nyali lo masih sama, ya?" tanya Reta, pacar Reiko, yang kini berdiri di sebelah Reiko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Novela JuvenilBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...