Bab 15

59 11 5
                                    

Bab ini akan sedikit panjang dari biasanya.

-----

Dengan balutan hoodie berwarna biru tua dan celana jeans biru yang sedikit pudar Dira sudah merasa cukup terlindungi dari udara malam yang hari ini tidak terlalu dingin. Di bawah langit malam yang begitu gelap dan udara yang tidak sehangat tadi sore Dira berjalan kaki menuju warung makan bakso Malang yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Hari ini ia sangat ingin memakan bakso Malang, sudah lama sekali ia tidak memakan bakso Malang. Terakhir kali ia memakan bakso Malang yaitu ketika Malvin mentraktirnya sebelum ia mengatahui perasaan Malvin padanya.

Perihal perasaan Malvin untuknya Dira tidak ambil pusing, bukan berarti ia meremehkan perasaan Malvin hanya saja kalau ia pikirkan terus menerus itu hanya membuat kepalanya pusing. Lagi pula masih banyak yang harus dipikirkannya selain perasaannya Malvin seperti di mana ia akan berkuliah, jurusan apa yang akan dipilihnya, tugas-tugas yang mulai menumpuk, mencari penggantinya di ekskul band, dan ada satu yang saat ini mengusik pikirannya yaitu keanehan pada Kara. Kembarannya jadi lebih sering melamun jika sendirian. Dan itu terjadi setelah Kara menerima telpon waktu di meja makan.

Dira berharap semoga Kara secepatnya bercerita padanya. Cerita apa saja, tidak perlu perihal siapa yang menelpon saudaranya, atau apa yang sedang dipikirkan saudaranya itu. Yang dibutuhkannya sekarang adalah cerita dari Kara apapun itu. Dengan Kara bercerita padanya ia akan menjadi sedikit lega. Sebab, dengan Kara yang hanya diam itu malah membuatnya khawatir dan terus bertanya-tanya sendiri.

Sesampainya di warung makan Dira memesan baksonya. Dia memesan dua macam bakso yang berbeda, satu bakso biasa dan satu bakso bakar. Setelah memesan ia duduk di kursi yang kosong.

Sembari menunggu pesanannya Dira memainkan ponselnya. Dia mencari lagu-lagu yang belum pernah ia dengar untuk ia dengarkan di rumah nanti. Saat melihat judul lagu Interaksi yang dinyanyikan oleh Tulus ia menjadi tertarik. Sampai di rumah nanti ia akan mendengarkan lagu itu dan juga bertanya kepada Kara apa saudara kembarnya sudah mendengar lagu itu atau belum.

"Serius banget lihat ponselnya." Dira langsung mendongak ketika mendengar suara itu. Ia mendapati Andra yang sudah di depannya.

"Loh, Kak Andra ngapain di sini?"

Andra duduk di kursi bersebrangan dengan Dira. "Mau bakar sate, ya mau makan bakso lah!"

Dira menggaruk pipinya. "Aaa iya juga, ya."

"Lanjutin aja kegiatan kamu tadi jangan hiraukan aku."

"Udah selesai kok, Kak." Dira langsung memasukkan ponselnya ke saku hoodie- nya. "Kakak sering ke sini, ya?"

"Lumayan. Biasanya pulang kuliah sering ke sini kalau lagi pingin bakso, biasanya juga ke sini bareng Jendra kalau anak itu ngerengek minta bakso beranak."

"Oh." Dira mengangguk. "Tapi masa Kak Andra baru pulang kuliah? Jam segini?"

Andra menunjuk wajahnya yang sudah pasti kusam dan berminyak. "Kamu lihat wajahku yang tidak karuan ini? Aku dari pagi sudah ke kampus dan belum pulang sama sekali karena di kampus ada kegiatan. Dan aku kesini karena kelaparan."

"Tapi Kak Andra tetap ganteng kok dengan tampang kayak gitu." Pujian yang diberikan Dira untuk Andra bukanlah basa-basi sebab menurutnya Andra memang tampan. Bahkan menurutnya dengan tampangnya itu Andra bisa menggaet banyak cewek. Semoga saja Andra tidak memanfaatkan tampangnya itu untuk mempermainkan hati cewek.

Andra terkekeh. "Terima kasih untuk pujiannya. Ngomong-ngomong kamu sendirian? Kara nggak ikut?"

"Sendirian. Kara lagi ngerjain tugas tadi jadi nggak ikut."

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang