Bab 03

99 18 12
                                    

"Lima tahun aku berteman sama kamu aku tidak tahu kemana sedihmu berlabuh. Bahkan keluhmu pun tidak pernah kamu suarakan." Malvin berkomentar ketika melihat Dira buru-buru membereskan peralatan tulisnya saat bel istirahat terdengar.

"Ciri khas seorang Malvin, bertanya tiba-tiba," balas Dira sambil tersenyum.

"Aku penasaran, Ra."

"Aku manusia biasa. Sedih juga sebagian dari perasaanku. Keluh juga sebagian dari lelahku. Cuman bagaimana aku menghadapinya kamu yang tidak tahu."

"Kamu terlalu pintar menyembunyikannya."

"Bukan pintar menyembunyikannya, hanya saja sedih dan keluhku itu milikku. Aku tidak perlu mengumbarnya dan menarik simpati manusia dan membuat mereka menyuarakan kata-kata penenang dan rentetan motivasi."

Malvin merangkul bahu Dira saat mereka berdua beriringan berjalan keluar kelas. Koridor yang ramai menyapa mereka.

"Jadi kalau aku sekarang mengeluh sedang bersedih apa kamu akan memberikan kata-kata penenang dan rentetan motivasi?" Malvin menoleh.

"Tidak. Mungkin aku akan memelukmu dan mendengarkan keluhmu sebab belum tentu kamu membutuhkan sebuah kata-kata penenang juga rentetan motivasi."

"Aku juga akan melakukan hal itu padamu, Ra."

Dira terkekeh lalu menepuk-nepuk punggung tangan Malvin yang ada di pundaknya. "Saudara kembarku juga akan melakukan hal itu padaku jika aku sedang sedih dan sedang ingin mengeluh."

"Ya, itu karena saudara kembarmu tidak bisa bi-"

Dira melepaskan rangkulan Malvin dan memberikan tatapan tajam ke arah Malvin. "Aku selalu bertanya-tanya sama diri aku sendiri setiap ada orang yang bisa menerimaku tapi tidak bisa menerima saudaraku. Kenapa?"

"Maksud aku bukan gitu, Ra-"

"Lalu apa? Jangan kamu kira aku tidak tahu apa yang kamu lakukan ke Kara dua tahun lalu!"

Malvin terpaku. Di depannya Dira memberikan senyuman. Ia akui senyuman itu terlihat manis tapi tidak menuntut kemungkinan Dira menyimpan kepahitan di balik senyum itu.

"Aku menerima kamu kembali sebagai temanku bukan untuk merendahkan Kara, Vin. Dan aku tidak mengharapkan apapun saat aku menerima kamu lagi. Aku tidak mengharapkan Malvin yang dulu."

"Lagi, kamu tahu kenapa kamu tidak tahu kemana sedihku berlabuh? Dan kenapa aku tidak menyuarakan keluhku kepadamu? Ya, karena kamu salah satu hal yang membuatku sedih dan juga menjadi keluhku."

Usai mengatakan itu kepada Malvin, Dira berjalan pergi meninggalkan Malvin. Dira pergi ke taman belakang sekolah di mana Kara sering kali ke sana setiap jam istirahat.

Benar saja di taman belakang sekolah sudah ada Kara yang menyantap bekalnya. Tapi Kara tidak sendiri di sana ada seorang siswa yang Dira yakini adalah Jendra.

Senyum Dira tidak dapat disembunyikan. Dalam benaknya ada harapan yang selalu ia semogakan. "Semoga Jendra menjadi teman yang baik dan tidak akan melukai Kara."

•••

"Kenapa lo nggak ke kantin dan memilih bawa bekal? Dan kenapa gue jarang sekali ketemu sama lo padahal kita satu jurusan, aneh nggak sih?" Jendra mengambil ayam bakar dari kotak bekal milik Kara lalu memakannya.

Hari ini Kara membawa bekal nasi putih, ayam bakar, sayur bening bayam, dan buah melon yang sudah ia potong-potong. Untungnya porsi bekalnya hari ini lumayan banyak karena Bunda yang menatanya jadi ia bisa berbagi dengan Jendra yang sudah nongkrong di taman belakang sekolah saat jam istirahat, bahkan sebelum ia datang.

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang