Bab 19

39 9 0
                                        

Tidak ada yang menarik dari langit-langit kamar Kara. Malah warna langit-langit kamar Kara warnanya sudah pudar dan kusam. Namun, Kara sangat suka memandangi langit-langit kamarnya sembari rebahan dan mendengarkan lagu. Kali ini lagu yang didengar Kara adalah Cerita Kita yang dinyanyikan oleh Luthfi Aulia dan Hanggini.

Mendengar lagu itu Kara teringat akan Andra. Tentang pertemuan mereka sepulang sekolah. Ya, walaupun lagu Cerita Kita itu tidak ada hubungannya dengan Andra. Mungkin. Namun, Andra sempat bilang kalau cowok itu menyukai lagu itu di pertemuan mereka tadi sore. Bahkan mereka sempat mendengarkannya bersama.

Pertemuannya dengan Andra hanya diisi obrolan random yang didominasi Andra karena Kara lebih sering meresponnya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apa yang dikatakan Dira memang ada benarnya kalau Andra orang yang seru. Ya, Kara mengakui Andra orangnya seru.

"Kita kayak orang pacaran ya, Kar," ujar Andra saat mereka duduk di kursi taman setelah membeli es krim.

Kara tidak merespon sama sekali dan hanya fokus memakan es krimnya. Ia sudah terbiasa dengan omongan ngawur milik Andra. Pertemuan kedua mereka saja Andra tiba-tiba bilang tertarik padanya.

"Foto dulu, yuk!" Andra menarik Kara lebih mendekat padanya. Dia mengajak Kara selfie tanpa memberi aba-aba. Dan akhirnya di foto yang diambil Andra Kara tidak menunjukkan gaya atau ekspresi apa pun.

"Cantik," puji Andra. Cowok itu memasukkan ponselnya ke saku celananya usai mengabari Jendra dan memposting fotonya dan Kara di story Instragram.

"Oh, ya, Kar! Kalau kamu aku ajak ketemu teman-teman aku kamu mau? Aku pingin kenalin kamu ke mereka. Tenang! Aku bakal kenalin kamu ke mereka bukan sebagai pacar kok, tapi calon hehe." Andra nyengir melihat Kara melotot, lalu menghela napas dan memutar bola matanya. "Kamu mau?"

Kara menggeleng. "Kenapa?" tanya Andra.

Kara buru-buru menghabiskan es krimnya. Dengan sabar Andra menunggu jawaban Kara. Saat es krimnya sudah habis, Kara mengambil ponsel di tas sekolahnya tapi Andra lebih dulu menahannya. "Pakai ponselku aja."

Tidak ingin berdebat Kara menerima uluran ponsel Andra. Dia mengetik di notes ponsel Andra.

"Kenapa aku harus kenal teman kamu? Dan kenapa teman kamu harus kenal aku?"

"Aku nunggu jawaban kamu eh kamu malah balik tanya. Tapi, ya, udahlah aku jawab aja. Karena kamu seseorang yang spesial buat aku, Kara. Meskipun mungkin aku bukan orang spesial buat kamu."

"Kalau begitu maafkan aku, Kak, aku nggak bisa kenalan sama teman-teman Kakak. Alasan Kakak tadi tidak membuatku tergerak untuk membuatku ingin kenal sama teman-teman Kakak, dan teman-teman Kakak juga belum tentu mau kenal sama kamu."

Namun, sejujurnya yang ditulis Kara itu bukan alasan utama ia tidak ingin mengenal atau dikenal teman-teman Andra.

Andra mengangguk mengerti, ia juga tidak ingin memaksa Kara. "Kamu kenapa kalau nulis suka pakai tanda petik?" tanyanya untuk mengalihkan topik pembicaraan.

"Karena itu dialog."

"Terus kalau kamu monolog gimana?"

"Nggak perlu tanda ketik, lah. Kan bisa monolog di kepala atau batin."

"Kamu sering monolog?"

"Sering, soalnya itu lebih gampang dan tidak membutuhkan ponsel atau alat tulis."

"Menurut kamu bagaimana kalau aku belajar bahasa isyarat?"

"Nggak usah, Kak. Cukup seperti ini."

Karadira (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang