Malam sudah semakin larut namun mata Dira tak kunjung dapat bisa di pejamkan. Meski bergonta-ganti posisi tidur kantuk tak kunjung datang. Ya, bagaimana mungkin bisa datang jika Dira saja sedang resah.
Semenjak Dira tahu perihal Reiko dan kasus sepupunya yang melibatkan Kara membuatnya benar-benar gelisah. Apalagi Kara bungkam soal itu. Kara memang berhak untuk tidak memberitahunya, lagi pula semuanya yang dilakukan oleh Kara tidak harus dilaporkan padanya. Kara dan dirinya sekalipun kembar masih memiliki kehidupan masing-masing.
Akhirnya karena tidak bisa tidur Dira bangkit dari ranjang kemudian keluar dari kamarnya untuk pergi ke kamar Kara yang tepat berada di depan kamarnya. Waktu dia membuka pintu kamar Kara dia mendapati Kara yang sudah tertidur.
Dira naik ke ranjang Kara dan masuk ke dalam selimut Kara lalu memeluk Kara. Setiap tidak bisa tidur dia sering kali melakukan ini, memeluk Kara.
Kara menggeliat kemudian membuka matanya tatkala menyadari seseorang memeluknya. "Tidur aja, Kak," ujar Dira.
Kara mengernyit. Tumben sekali Dira memanggilnya Kak. Biasanya Dira hanya memanggilnya Kak karena ada sesuatu yang membuat Dira gelisah dan itu berhubungan dengannya.
"Kok nggak tidur lagi? Tidur Kakak ke usik sama kehadiran Dira, ya?" Kara menggeleng. Dia sadar betul ada sesuatu yang membuat Dira datang ke kamarnya dan tidur bersamanya. Tidak ada sosok Dira yang bersikap sebagai Kakak. Sekarang Dira yang sedang memeluknya ada sosok adiknya.
Kara menunjuk ponsel yang ada di nakas sebelah tempat tidur meminta Dira untuk mengambilkannya. Namun, sayang Dira menggeleng. Baru saja Kara akan bangkit untuk mengambilnya sendiri tapi Dira malah menahannya.
"Pasti Kakak udah tahu kalau aku tidak bisa tidur dan ada sesuatu yang membuat aku resah. Iya, kan?" Kara mengangguk.
"Mau tahu apa yang membuatku resah?" Lagi-lagi Kara mengangguk.
Dira mengeratkan pelukannya di pinggang saudara kembarnya. "Soal Reiko, Kak, juga soal kasus senior yang mencoba melecehkan teman perempuannya."
"Reiko itu sepupunya Galih, cowok yang mau ngelecehin temen perempuannya itu, bahkan mereka tinggal di rumah yang sama. Reiko kayaknya dendam sama Kakak karena udah ngebuat sepupunya di tendang keluar sekolah. Aku tahu kakak saksi dari aksi bejat Reiko itu kan?"
Kara menghembuskan napasnya. Ingatannya terlempar waktu dia menjalani MOS dan harus menginap di sekolah. Jika ia mengingat kejadian di mana Galih melecehkan Kak Maura membuatnya sangat marah. Tadi Dira bilang kalau itu kasus percobaan pelecehan terhadap teman perempuannya itu salah besar, yang benar adalah bahwa itu benar-benar kasus pelecehan. Dan yang membuatnya sangat marah adalah Kak Maura tidak mendapatkan keadilan sedikitpun! Galih hanya mendapatkan hukuman dikeluarkan dari sekolah. Sangat tidak adil bukan? Padahal seharusnya bajingan itu mendekam dijeruji besi.
Waktu itu keluarga Kak Maura dan Keluarga Galih memilih jalan damai. Kara tidak habis pikir dengan keluarga Kak Maura, bisa-bisanya memilih jalan damai padahal anaknya baru saja dilecehkan. Bahkan Ibu Kak Maura juga tidak protes sedikitpun atas keputusan jalan damai itu. Padahal mereka sama-sama perempuan.
Masih melekat diingatan Kara saat Kak Maura menangis dan meraung meminta tolong saat Galih menyerangnya. Untunglah waktu itu ia kebelet dan memutuskan ke toilet yang berada di parkiran kalau tidak aksi bejat Galih akan berjalan dengan lancar. Galih melakukan aksinya itu di mobil miliknya. Waktu itu dia tidak jadi ke toilet karena langsung memanggil guru. Bu Ani, guru yang mendampingi kegiatan OSIS waktu itu, berhasil menghentikan tindakan Galih. Bahkan Bu Ani menghadiahi Galih tamparan.
"Aku takut Reiko nekat nyakitin Kakak lagi," ujar Dira.
Ada satu pertanyaan yang mengganjal di pikiran Kara. Jika selama ini Reiko selalu mengganggunya karena alasan dia sepupunya Galih dan dendam padanya karena Galih dikeluarkan. Lalu kenapa Reiko harus dendam? Toh Galih masih bebas haha hihi di luar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Teen FictionBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...