"Gimana kalau Kara sama gue dan lo Malvin?" tanya Jendra.
"Aku setuju! Biar cepat sampai rumah juga," balas Dira.
Di kantin yang ramai Jendra, Dira, Kara, Malvin, Reiko, dan Reta berdiskusi tentang acara yang diadakan oleh Dira setiap tahunnya. Dari kecil setiap selesai ujian sekolah Ayah dan Bunda selalu membuat acara makan kecil-kecilan di halaman rumah dekat ayunan. Ayah dan Bunda selalu melakukan itu untuk mengapresiasi kerja keras anak-anaknya setelah melewati ujian. Kenapa Ayah dan Bunda tidak membuat acara itu setelah raport dibagikan saja? Karena kata Bunda, Bunda tidak mau kedua anaknya berpikir kalau acara kecil-kecilan itu dibuat untuk merayakan nilai yang mereka dapat, entah itu nilainya besar atau kecil.
Setelah Kara dan Dira besar yang menyusun acara kecil-kecilan itu adalah Dira, Dira paling semangat mengurus ini itu. Jadi ketika Bunda dan Ayah ada urusan dan tidak bisa melakukan itu maka Diralah yang akan melakukannya. Dira hanya tidak ingin kebiasaan mereka sedari kecil perlahan menghilang atau bahkan musnah ketika mereka beranjak dewasa. Dia juga ingin kehangatan yang meliputi keluarga mereka tetap sama sekalipun hujan terus menguyur deras dan menghembuskan angin dingin.
"Gue nggak pa-pa nih ikut?" Reta menatap Kara sungkan. Bagaimana mana pun ia pernah menyakiti Kara lalu kini ia malah diterima dengan hangat oleh seseorang yang pernah ia lukai, rasanya tidak enak.
Jendra menyahut, "Hubungan sama Ayang lo udah baikan kan? Nggak bakal ada aksi tonjok-tonjokan kan?"
"Ya udahlah! Kalau belum kenapa gue bisa duduk bersebalahan gini sama dia?" balas Reiko.
"Baguslah. Takutnya nanti kalian di rumah Kara Dira malah saling tonjok."
Kara menulis di notes ponselnya lalu menunjukkannya pada Reta yang ada di depannya.
"Reta, nggak pa-pa kok kamu ikut. Makin rame makin seru."
Reta tersenyum cangung, rasanya tidak enak diperlakukan baik oleh Kara seperti ini. Harusnya Kara membalas kebrutalannya dulu, tetapi sayang sepertinya Kara bulan seseorang yang pendendam.
"Gue minta maaf, Kar."
"Iya. Jangan lakuin lagi ke perempuan-perempuan lain di luar sana ya, Reta. Kamu nggak akan pernah bahagia dengan menyakiti orang lain."
"Gue janji nggak akan lakuin lagi." Kali ini Reta bisa tersenyum dengan lepas. Tepukan di bahunya membuat Reta menoleh dan mendapati senyum dari Reiko.
"Kita akan belajar sama-sama dari masalah yang sudah kita buat," ujar Reiko.
"Kita sama-sama belajar," sahut Malvin.
"Bisa kita sudahi suasana haru dan sedikit ada romantisnya ini? Oh, ya, Malvin dengan kamu menyahut seperti tadi membuat kalian terlihat seperti cinta segitiga."
"Jadi kita nanti pulang kumpul dulu atau langsung pergi ke rumah lo, Dir?" Jendra mengambil bakso isi telur puyuh dari mangkuk Malvin. Malvin melirik tangan Jendra tapi ia biarkan.
"Langsung ke rumah aja. Di rumah ada Bunda kok dan Bunda udah tahu rencana ini." Tatapan Dira beralih ke arah Reiko. "Royco, kamu udah tahu rumahku dan kenal Bunda jadi kalau kamu sampai duluan langsung masuk aja."
"Rei, udah pernah ke rumah lo, Dir! Kok gue belum sendiri sih? Malvin udah pasti udah sering ke rumah lo dong dia kan udah kayak bodyguard lo!" protes Jendra.
Dira mengidikkan bahunya. "Yah, asal kamu tahu aja sebenarnya Kara ingin memperkenalkan kamu ke Ayah dengan official."
Jendra yang tadi protes dan tidak terima kini matanya seperti bersinar usai mendengar perkataan Dira. "Yang bener, Kar!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Roman pour AdolescentsBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...