Sepulang sekolah Jendra tidak langsung pulang melainkan mampir dulu ke ruang ekskul band untuk menonton Dira latihan. Sampai di sana ia hanya mendapati Dira yang sedang tidur di lantai dan tasnya dijadikan bantal.
"Lo kenapa goleran di sini dah?!" tanya Jendra sembari menghampiri Dira. Ia jongkok di samping Dira.
"Ngadem!" jawab Dira dengan mata yang masih tertutup.
"Kan udah ada AC masa nggak kerasa sih?"
"Aku bener-bener gerah, Jen, habis beres-beres ruangan ini."
"Oh, makanya ruangan latihan lo rada lebih bersih dari sebelumnya. Emang lo bersihin sendiri?"
"Enggak lah, ya kali! Sama anak-anak yang lain juga. Tapi sekarang mereka udah pada kabur cari minum."
"Terus kenapa lo nggak ikut mereka?"
"Males, capek juga sih. Mending ngadem kayak gini aja."
"Terus temen lo itu mana? Yang wajahnya ganteng banget tapi nggak terlalu tinggi itu."
"Malvin? Udah pulang dia, mau nganterin Emaknya periksa ke dokter."
"Lo mau kayak gini terus?"
"Kalau kamu mau nyanyi sambil main gitar aku bakal bangkit." Dira membuka matanya dan menatap Jendra. Ini adalah kesempatan yang pas untuk ia mengetahui kemampuan Jendra.
Jendra tak kunjung menjawab. Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat. "Kenapa lo mau gue nyanyi?" Jendra menaikkan satu alisnya.
"Kalau Kara yang minta pasti langsung kamu sanggupi nggak perlu tanya-tanya kayak gini, iya, kan?" Dira bersidekap.
Jendra menggaruk kepalanya yang gatal karena sudah tidak keramas selama satu Minggu. "Kemarin Kara minta tapi di warung bakso jadi kita tunda dulu nyanyi-nyanyinya-"
"Kita di ruang latihan band bukan kah kita berada di tempat yang tepat untuk kamu bernyanyi?"
"Oke-oke kalau lo maksa gue bakal nyanyi!" Jendra mengulurkan tangannya membantu Dira bangkit dari tidurnya.
"Jendra aku saranin kamu lebih sering keramas dan kalau perlu keramas pakai shampo Head and Shoulder biar nggak ketombean. Tadi pas kamu garuk kepala ketombe kamu jatuh-jatuh dan aku yang di bawah kamu kayak lihat salju berjatuhan."
Tanpa berdosa Jendra tertawa. "Kayak lo nggak ketombean aja! Sini gue lihat lo ketombean apa kagak?!" Jendra mengacak-acak rambut Dira hingga rambut Dira yang tadi sudah tidak karuan kini jadi tambah awut-awutan tidak jelas.
Dira menggerutu sambil mencepol rambutnya yang berantakan. "Aku rajin keramas, ya!"
"Kalau gue emang jarang keramas-"
"Bau dong rambut kamu!"
"Soalnya setiap selesai keramas telinga gue suka sakit. Jadinya gue malas keramas deh."
"Sakit kenapa?"
Jendra mengidikkan bahu. "Kata Abang gue karena gue kedinginan aja."
"Coba pakai air hangat kalau gitu."
"Gue nggak suka mandi air hangat rasanya kayak nggak mandi."
"Halah, kamu emang kebanyakan alasan!"
Lagi-lagi Jendra tertawa. Bersama dengan Dira sedikit membuat suasana hatinya membaik. Mungkin bersenang-senang dengan Dira hari ini akan membuatnya bisa melupakan perihal tadi malam walaupun itu seperti mustahil.
"Mau gue nyanyiin apa?" Jendra mengeluarkan gitarnya dari tas gitar, ia selalu membawa gitar ke sekolah, untuk menghibur dirinya dan teman-teman kelasnya saat tidak ada guru atau jam kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karadira (Selesai) ✓
Novela JuvenilBagi Kara pembeda antara dirinya dan Dira adalah suara. Bagi Dira persamaan antara dirinya dan Andra adalah memiliki kekhawatiran yang sama. Bagi Jendra tidak ada bedanya saat dia memperjuangkan mimpinya sendiri ataupun membiarkan Andra mengorbankan...