CHAPTER 25 - DESIRE

1K 77 17
                                    

21++
For minors, please be wise when reading. The scenes below will refer to adult matters, so, skip that part.

┏━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┓
Happy Reading
┗━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┛

25. Desire

Seperti yang telah diramalkan Hermione, jam-jam bebas kelas enam bukanlah waktu santai menyenangkan seperti diharapkan Ron, melainkan waktu untuk mengerjakan sejumlah besar PR yang diberikan kepada mereka. Mereka tak hanya belajar seakan ada ujian setiap hari, pelajaran-pelajarannya sendiri semakin lama semakin sulit. Harry nyaris tak memahami setengah dan apa yang dikatakan Profesor McGonagall kepada mereka hari-hari ini, bahkan Hermione terpaksa memintanya mengulangi instruksi satu-dua kali. Zee harus bersyukur dia dianugerahi ingatan yang kuat dan mampu memahami segala sesuatu dalam satu kali lihat atau satu kali dengar, yang luar biasa, dan membuat Hermione semakin sebal, pelajaran yang paling dikuasai Harry tiba-tiba saja adalah Ramuan, berkat si Pangeran Berdarah-Campuran.

Mantra-mantra non-verbal sekarang diharapkan, tidak hanya di kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, melainkan di pelajaran Mantra dan Transfigurasi juga. Lega rasanya bisa di luar di rumah-rumah kaca; mereka menangani tanaman-tanaman yang lebih berbahaya daripada sebelumnya dalam kelas Herbologi, tapi paling tidak mereka masih diizinkan mengumpat keras-keras jika Tentakula Berbisa tiba-tiba menyambar mereka dari belakang.

Salah satu akibat menggunungnya tugas-tugas mereka dan berjam-jam berlatih mantramantra nonverbal adalah Harry, Zee, Ron, dan Hermione sejauh ini belum berhasil meluangkan waktu untuk mengunjungi Hagrid. Hagrid tak lagi datang untuk makan di meja guru, pertanda tak menyenangkan, dan dalam beberapa kesempatan ketika mereka berpapasan dengannya di koridor atau di halaman, secara misterius Hagrid tidak melihat mereka atau mendengar sapaan mereka.

“Kita harus ke sana dan menjelaskan,” kata Hermione, mendongak memandang kursi besar Hagrid yang kosong di meja guru hari Sabtu berikutnya pada saat sarapan.

“Pagi ini kita uji coba Quidditch!” kata Ron. “Dan kita disuruh latihan mantra Aguamenti untuk Flitwick. Lagi pula, menjelaskan apa? Bagaimana kita akan menjelaskan kepadanya bahwa kita membenci pelajarannya yang konyol?”

“Kita tidak membencinya!” kata Hermione.

“Terserah deh, aku belum melupakan Skrewt-nya,” kata Ron suram. “Dan kuberitahu kau, kita baru saja lolos dari lubang jarum. Kau tidak mendengar dia cerita tak habis-habisnya tentang adiknya yang bego-kita sedang mengajari Grawp bagaimana mengikat tali sepatunya kalau kita tetap ikut pelajaran Hagrid.”

“Aku tak suka kita tidak bicara dengan Hagrid,” kata Hermione, tampak sedih.

“Kita ke sana sesudah Quidditch,” Zee meyakinkannya. Dia juga merasa kehilangan Hagrid, meskipun seperti Ron, dia berpendapat bahwa mereka lebih baik tanpa adanya Grawp dalam kehidupan mereka.

“Tapi uji coba bisa sepanjang pagi, banyak sekali anak yang mendaftar,” kata Harry. “Tahu deh, kenapa mendadak tim jadi ngetop banget.”

“Oh, yang benar, Harry,” kata Hermione, tiba-tiba tak sabar. “Bukan Quidditch yang ngetop, tapi kau! Kau belum pernah semenarik ini, dan jujur saja, kau belum pernah sekeren ini.”

Hari sebelumnya terjadi insiden menyedihkan, ketika Hannah Abbot dipanggil keluar dari pelajaran Herbologi untuk diberitahu ibunya ditemukan meninggal. Mereka tidak melihat Hannah lagi sejak saat itu. Ketika mereka meninggalkan meja Gryffindor lima menit kemudian untuk pergi ke lapangan Quidditch, mereka melewati Lavender Brown dan Parvati Patil. Teringat apa yang dikatakan Hermione tentang orangtua si kembar Patil menginginkan mereka meninggalkan Hogwarts, tidak heran melihat kedua sahabat karib ini sedang berbisik-bisik, tampak sedih. Yang membuat Zee heran adalah, ketika Ron melewati mereka, Parvati tiba-tiba menyenggol Lavender, yang menoleh dan memberi Ron senyum lebar.

FROM DARKNESS INTO LIGHT || Draco Malfoy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang