CHAPTER 33 - NIGHTMARE

403 54 29
                                    

21+
For minors, please be wise when reading. The scenes below will refer to adult matters, so, skip that part.

┏━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┓
Happy Reading
┗━━━━•❅•°•❈•°•❅•━━━━┛

33. Nightmare

Ketika Zee akhirnya membuka matanya, dia mendapati dirinya sendiri terbaring di sebuah tempat tidur yang nyaman dan empuk; kain tebal berbahankan sutra menyelimutinya dari dada sampai ke ujung kaki, kemudian, gadis itu bergerak, meringis merasakan nyeri nyaris di setiap bagian tubuhnya. Mengerjap, samar-samar dia bisa melihat seorang wanita berambut keperakan bergerak mendekat, dan tangannya yang hangat menyentuh pucuk kepalanya dengan gerakan penuh kasih sayang.

Dengan canggung dia bangkit, memandang berkeliling dan menemukan Mikael berbaring di kursi jendela. Tentu saja, dia berada di kamarnya sendiri. Tetapi Zee tak menemukan keberadaan Draco, bahkan belum sempat dia bertanya Callia sudah menyodorkan cawan berkaki yang terbuat dari emas, berkata, “minum ini.”

Dilihat dari warnanya, jelas ini bukan sekadar air minum. Zee tak menyukainya, betapa dia sangat membenci sesuatu yang berbau obat-obatan, akan tetapi mau tak mau dia harus meneguknya sampai habis, nyaris memuntahkannya kembali kalau saja Callia tak langsung memberinya air mineral. Campuran rasa pedas, pahit dan asam membekas di lidahnya, lantas kemudian gadis itu menjatuhkan punggungnya pada bantal yang telah Callia tumpuk sampai tinggi.

“Di mana Draco?” tanyanya memberanikan diri.

Mikael terbatuk keras, berkata dari balik surat kabar yang tengah ia baca, “Frederick membunuhnya.”

“Mikael,” tegur Callia, yang tampaknya telah melihat kedua alis Zee menukik tajam.

“Tanda Kegelapanya terbakar,” wanita itu menambahkan, “awalnya dia tak mau pergi, tak tega meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini, tapi kubilang padanya bahwa kau akan baik-baik saja.”

Sejenak, Zee termenung di tempatnya, lantas dia melemaskan bahu dan mengangguk pelan, “aku mengerti.”

“Bagaimanapun juga dia harus menemui tuannya, kan? Kalau tidak dia mungkin akan mendapat hukuman ...”

Callia tersenyum, merapikan poni rambut yang jatuh ke bulu mata putrinya, “jangan khawatir, aku yakin dia baik-baik saja. Kalaupun dia kenapa-napa, Cissy pasti mengirimkan sebuah surat, dia selalu menceritakan segalanya kepadaku.”

Zee tak berkata apa-apa, dia hanya mengangguk dan terpejam ketika mendapat kecupan singkat di dahinya. Akan ada rapat orde sebentar lagi, dan tampaknya sebagian besar anggota sudah sampai di rumah ini. Demikian, Callia bangkit, keluar dari kamar usai berkata, “istirahatlah.”

Zee menghela napas lega seraya menarik selimut ke dadanya, dia mencengkram kain tebal itu dan terdiam mengingat apa yang baru-baru ini terjadi di rumah Zabini. Tampaknya ramuan yang diberikan Callia telah berdampak sangat baik bagi tubuhnya, bahkan, tak hanya itu, hampir semua nyari yang ia rasakan beberapa saat lalu lenyap secara mendadak. Ingatannya juga pulih kembali. Kali ini gadis itu mengingat segalanya, dia ingat betul kejadian tadi malam, dari mulai bagaimana cara dia bersikap agresif saat bercinta, dan—Zee mengumpat ketika sadar bahwa orang yang ia anggap Draco sebelumnya adalah Mattheo.

Dia harus meminta maaf. Dia harus meminta maaf atas hal ini pada Draco. Tapi—kenapa laki-laki itu tak membahasnya tadi pagi? Bagaimana jika dia marah—tapi dia pasti marah, atau bahkan lebih dari itu. Ini semua karena Parkinson. Gadis itu sekarang jadi uring-uringan tidak jelas, melupakan fakta bahwa Mikael masih ada di sana bersamanya.

FROM DARKNESS INTO LIGHT || Draco Malfoy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang