MHIG (TsukiHina)

831 90 67
                                        

Cuaca sedang cerah, tidak terik maupun dingin. Hembusan angin terasa begitu kencang di atap rumah sakit ini. Hinata duduk diam dikursi rodanya, menatap jalanan ramai di bawahnya dengan pandangan kosong. Tsukishima yang berada di sampingnya turut bungkam, hanya kedua tangannya yang terus bergerak mengelus tangan Hinata yang sudah kehilangan banyak daging.

Hatinya mencelos saat melihat iris yang selalu bersinar kini pudar. Tiada sorotan semangat seperti dahulu. Hanya kosong dan sendu. Tubuhnya yang dulu begitu berisi kini berubah kurus. Ia ingin menangis setiap kali melihat kesayangannya, namun selalu ia tahan. Ia tidak ingin Hinata semakin bersedih dan kehilangan tempat bernaung. Mereka berdua hanya saling memiliki, saling menjadikan pasangannya tempat bernaung.

"Shoyo?" Suaranya lembut mengalun memanggil remaja yang sudah sangat lemah tersebut.

Yang dipanggil tidak merespon sama sekali, hanya terus fokus pada jalanan dengan tatapan kosongnya. Hati Tsukishima kembali berdesir sakit. Begitu sedih dengan keadaan Hinata sekarang ini. Ia menguatkan genggamannya pada Hinata, mengisyaratkan bahwa dirinya akan selalu ada, menyuruh agar Hinata tidak kehilangan semangat hidup. Namun, siapa tahu?

Andai dulu ia mengetahui kondisi Hinata, andai ia dulu lebih peka dan perhatian, mungkin ia tidak akan tertipu oleh betapa cerianya Hinata. Andai ia tahu betapa lemahnya kondisi Hinata, ia pasti akan segera membawanya ke rumah sakit.

Tidak, bukan itu.

Harusnya setelah kejadian hari itu, ia melarang Hinata untuk bermain voli kembali. Seharusnya ia berani mengambil resiko untuk dibenci Hinata, tidak seperti sekarang. Ia kehilangan kecerian dari remaja tersebut.

"Kei, aku haus." Suara parau tersebut mengejutkan Tsukishima yang sedang termenung. Matanya melebar dengan senyuman tipis tercipta. Ia senang karna akhirnya Hinata membuka suara.

"Tunggu ya, sayang. Aku akan membelilsn minuman yang segar untukmu." Ia sudah akan beranjak dari tempatnya duduk, namun tangan mungil Hinata menahannya.

"Kei, terima kasih untuk segalanya. Aku mencintaimu." Suaranya terdengar bergetar.

Tsukishima mengusap tangan tersebut dengan lembut, membawanya mendekati wajah lelahnya dan mengecup singkat. "Aku tahu itu. Aku juga mencintaimu, Shoyo."

Setelah mengucapkan itu, ia beranjak pergi menuju lantai bawah rumah sakit. Mencari mesin minuman dan membeli beberapa jenis, jaga-jaga apabila kesayangannya ingin minum yang lain juga.

Saat kembali, ia mendengar derap langkah keras dan ramai. Kepalanya menoleh, mendapati banyak perawat serta dokter yang menunu tangga darurat. Matanya dengan fokus memperhatikan wajah panik setiap perawat yang berlari melewatinya dengan seruan agar lebih cepat.

Deretan wajah panik tersebut membuatnya ikut panik. Perasaannya tiba-tiba berubah kalut, tanpa sadar memeluk erat minuman yang ia beli tadi. Dengan segera ia berlari untuk kembali pada tempat Hinata berada. Degub jantungnya tidak karuan, ketakutan menghampirinya lebih besar kali ini.

Mulutnya berdecih, minuman yang ia bawa terasa berat hingga memilih membuang semua itu.

Sedikit lagi.

Sedikit lagi ia sampai.

Padahal sedikit lagi, pintu atap rumah sakit bahkan sudah terlihat di depan mata. Namun rasanya jauh sekali. Langkahnya terasa berat dan lambat meski ia sudah berusaha berlari sekencang mungkin.

Hanya ada satu nama yang terus ia rapalkan.

Shoyo.

Dengan perasaan kalut ia membanting pintu atap, melihat pada kursi roda yang masih berada di tempatnya, namum tanpa sosok mungil miliknya.

Kosong.

Semua yang berada di atap melihat ke bawah dengan takut dan panik.

Tungkainya melangkah dengan lesu untuk sampai pada apa yang dilihat oleh para perawat. Ia terjatuh lemas, kepalanya sakit, dadanya sesak. Mendapati fakta bahwa orang yang ia cintai telah mendahuluinya.

Ia bahkan tidak bisa mengeluarkan air mata, atau bahkan berteriak. Lidahnya kelu.

"Shoyo?"

Tubuh kecil kurus yang selama beberapa minggu ini ia nanti-nanti akan kembali seperti sedia kala, kini tidak bisa lagi diperjuangkan.

Tubuh itu telah bersimbah darah di bawah sana. Di tengah kerumunan orang yang menatapnya takut-takut. Hinata-nya, kekasihnya, telah pergi darinya. Menyerah terhadap hal yang menimpanya, meninggalkan Tsukishima seorang diri dengan sebuah catatan kecil yang ditinggalkan Hinata di kursi rodanya.

'Kei, maaf aku menyerah. Jangan menyusulku terlalu cepat. Aku menyayangimu. Sangat menyayangimu, Kei. Jadi kumohon, jangan menyusulku. Pergilah pada keluargamu yang kau tinggalkan. Ayah Ibu-mu pasti mengkhawatirkanmu. Pulanglah. Aku akan sangat sabar menunggumu disini, jadi jangan menyusulku dalam waktu dekat.

Aku tau ini egois tapi jangan sepertiku. Aku tau kau mencintaiku melebihi dirimu sendiri, tapi aku benar benar memohon padamu. Jalani hidupmu dengan baik. Maafkan aku karena tidak menemanimu. Maafkan aku, Kei. Aku sungguh mencintaimu, jerapah-ku.

Dari Kodok tercintamu, Shoyo.'

Love in Haikyuu!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang