Part 17

13.9K 928 103
                                    

Shani melihat air mata jatuh di pipi Gracia saat mereka mendengar ancaman Harlan. Shani menghentikan langkah mereka dan menatap sendu Gracia, mengusap air matanya dan tersenyum pedih. "Sakit banget yah, ge?"

Gracia berbalik dan menatap datar Harlan dengan derai air matanya yang membuat hati sang papa sedikit tercubit. "Berapa kali anda sudah mengancam saya seperti itu, tuan Harlan? sejak saya masih kecil, anda selalu mengatur ini itu, semua yang ada di diri saya anda lah yang mengaturnya. Saya pikir itu karena sayang ternyata anda hanya menjadikan saya sebagai boneka untuk membalas dendam atas kematian kak Aina. Anda jadikan saya boneka percobaan untuk menghancurkan kaum LGBT yang bahkan mereka gak tau anda hidup atau gak. Anda sayangi saya sebagai robot yang harus patuh dan tunduk seakan saya gak punya perasaan.."

"Disaat saya hampir diperkosa waktu itu, tepat di hari pertama saya ospek SMA, anda diam aja, kan? anda merasa itu malah bagus agar anda tau saya pure straight atau gak. Anda kejam Harlan, benar-benar kejam. Harusnya saya yang mati hari itu bukan kak Aina jika saya tau hidup saya akan seperti ini. Dan sekarang boneka anda sedang menjalin hubungan dengan wanita, anda benci saya, kan? sama.. saya juga benci dan muak melihat anda di hidup saya. Cukup tuan Harlan, cukup tangan anda menyentuh tubuh saya.. cukup anda memukuli saya sejak kecil"

Shani benar-benar speechless mendengar ucapan Gracia yang terdengar lugas dan tenang. Padahal dia lagi menyurahkan isi hatinya tetapi cara bicaranya yang tetap tenang benar-benar membuat Shani terkagum untuk kesekian kalinya. Gracia mengeratkan genggaman mereka seakan meminta dukungan dari Shani. "Aku sayang kamu, aku cinta kamu, kamu kebahagiaanku, ge.." Shani terus merapalkan kata-kata itu di telinga Gracia

"Lancang sekali kamu!!" Gracia yang semula tenang kini menatap tajam Harlan dan melepas genggaman tangannya pada Shani

"Apa? mau marah? saya akui saya lancang tapi sikap anda yang buat saya hilang rasa hormat ke anda"

Plak!!

Begitu nyaring suara tamparan itu membuat suasana yang hening semakin mencekam. Shani memegang pipinya yang di tampar Harlan, lebih baik dia yang disakiti daripada melihat gadis yang dicintainya dilukai tepat di depan matanya. Vero dan Winda segera mendekati mereka dan memeriksa keadaan Shani sedangkan Gracia menggeram dan mengepalkan tangannya melihat sudut bibir Shani mengeluarkan darah.

Derap langkah Gracia terdengar begitu jelas di telinga Shani dan Vero. Shani tak bisa menghalangi Gracia karena gadis itu sudah berada dihadapan Harlan sembari mencengkram kuat kerah baju papanya. Tak ada lagi papa bagi Gracia, rasa takut, hormat, patuh tak ada lagi di hatinya kala Harlan menampar pipi Shani yang menghalanginya.

"Jangan berbesar diri, tuan Harlan!!"

Plak!!

Vero dan Shani berlari mendekati Gracia yang baru saja menampar Harlan sama seperti Harlan menampar Shani. Shani langsung menarik Gracia ke dalam pelukannya guna menenangkan gadis yang bisa-bisanya menampar papanya sendiri. Sakit hati Shani mendengar isakan Gracia dalam pelukan mereka, terdengar begitu pilu dan menyakitkan hatinya.

"Shani sakit.. hiks.. hati aku sakit, Shani. Tolong aku, Shani.. hiks.. disini sakit" rintih Gracia yang kini mencakar bahu Shani melampiaskan hatinya yang benar-benar sakit atas tindakan Harlan selama ini

Gracia merasakan tubuhnya kembali di dekap orang yang selalu menyayanginya dengan tulus sedari kecil, Vero. Rasa sakitnya semakin menyeruak mendengar isakan lirih Vero di telinganya. Vero tak menangis, setidaknya tidak di depan Gracia, abangnya ini tak pernah memperlihatkan raut wajah sedih apalagi menangis di depannya.

"Maafin abang dek, abang telat bawa kamu pergi" ujar Vero begitu lirih

Shani melepaskan pelukannya dan menatap lembut Gracia yang kini menatapnya dengan tatapan kepedihan. Shani menoleh dan disaat itu juga Shani merasakan kepalan tangan seseorang yang memukul wajahnya hingga dirinya jatuh terpental.

Peluk Aku, Shani!! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang