Part 32

12.7K 645 68
                                    

Mentari mulai memancarkan cahayanya hingga masuk ke sela-sela kecil jendela yang memang sengaja dibuat Gracia. Gadis cantik dengan rahang memikat itu mulai menggerakkan matanya dan perlahan membuka kelopak matanya yang tertutup, sudut bibirnya naik saat hal pertama yang dilihatnya adalah sosok yang dia cintai sedang menutup rapat matanya dan tangannya digunakan sebagai bantalan kepala untuk Gracia. Hatinya semakin menghangat tatkala dia sadar mereka sudah tidak berada di karpet, dia juga sudah memakai seluruh pakaiannya.

"Seneng banget aku kamu hadir di hidup aku, sayang" gumamnya dengan lembut menyentuh pipi Shani membuat gadis jangkung itu perlahan membuka matanya

Pandangan mereka bertemu, Shani menggerakkan tangannya hendak melepas pelukan di perut Gracia tetapi tak jadi melihat tatapan tajam si cantik yang sekarang makin suka pundung sendiri itu. Jika kalian bertanya mengapa Shani tak jadi pergi sesuai rencana, Shani hanya tersenyum tipis mengingat kejadian semalam.

Flashback..

Shani tiba-tiba terbangun saat tangan seseorang meraba wajahnya, matanya melebar mendengar ringisan kekasihnya membuat Shani spontan menoleh. Shani terduduk dihadapan Gracia dengan wajah panik melihat peluh membanjiri wajah serta leher Gracia.

Shani langsung membuka selimut dan terkejut melihat tangan Gracia gemetar, gadisnya terserang flu malam ternyata. Shani tak cukup waktu untuk merutuki kebodohannya pun langsung mengangkat si gingsul untuk diletakkan di kasur mereka. Dengan perlahan Shani letakkan kepala Gracia di bantal dan segera dielapnya peluh yang membanjiri kening gadis manjanya itu, setelah melihat Gracia mulai mendingan Shani memutuskan untuk memakaikan pakaian di tubuh Gracia agar bisa semakin menghangatkan gadisnya.

Butuh tenaga dan penahanan diri yang kuat kala matanya disuguhi pemandangan yang begitu menaikkan gairahnya. Tidak, tidak boleh!! kesehatan Gracia jauh lebih penting daripada gairah sialannya. Tiga puluh menit menghadapi siksaan batin, akhirnya pekerjaannya selesai juga. Gadisnya sudah tertutup kain yang dijahit rapi bernama pakaian, Shani mengusap peluh yang membanjiri keningnya.

"Lah gue masih naked ternyata" dia menepuk dahinya sendiri dan segera mencari pakaiannya, Shani sih tak butuh waktu lama untuk membungkus kembali tubuhnya

Meski miliknya masih berdenyut nyeri tetapi dia memilih mengabaikan saja. Saat hendak merebahkan tubuhnya, dering telepon yang berada di nakas sampingnya membuat Shani sedikit terperanjat. Shani menjauhkan diri dari Gracia agar tak membuat gadis itu terbangun, matanya memutar kala melihat siapa yang meneleponnya di pukul setengah tiga dini hari.

Vero..

"Si a*jing gak tau apa sekarang jam berapa? nelepon kok gak kira-kira!!"

Dengan hati yang terus menghardik saudara kandung gadis kesayangannya, Shani mengangkat panggilan itu. Shani reflek menjauhkan ponselnya dan mengusap telinganya kala mendengar teriakan Vero dibalik telepon mereka.

"Apa sih a*jing?!! ganggu banget teriakan lo"

"Gue cuman mau bilang jangan lupa sejam lagi kita berangkat, kita terbang lewat bandara"

"Kayaknya harus di pending dulu, Gracia demam"

"Loh kok bisa? perasaan adek gue kemarin-marin masih aman aja, lo apain adek gue?"

"Urusan rumah tangga, biasa kayak gak tau aja lo"

"Eh a*jing!! udah sampe mana lo sama adek gue? mana gak ada rasa bersalah lagi lo ngomong sama gue!!"

Peluk Aku, Shani!! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang