Long night

3.4K 103 13
                                    

𝐉𝐮𝐥𝐢𝐚𝐧 ❥︎ 𝐀𝐚𝐦𝐨𝐧

Ramalan cuaca hari ini mengatakan akan ada badai yang cukup besar datang saat sore menjelang malam, sepertinya ramalan cuaca itu benar karna langit mulai mendung dan angin berhembus kencang.

Seorang pria bersurai platinum memasuki sebuah hotel dan berjalan menghampiri resepsionis.

"Permisi, apa masih ada kamar yang tersisa?" Pria itu atau panggil saja Aamon bertanya pada sang resepsionis yang tersenyum ramah.

"Ada satu kamar, biaya-nya 15 Gold permalam tuan," ucap resepsionis itu, Aamon itu mengangguk, mengeluarkan 106 Gold lalu memberikannya.

"Aku ambil untuk seminggu kedepan."

"Baik, ini kuncinya, tuan mendapatkan kamar nomor 0506, selamat beristirahat dan semoga nyaman, tuan bisa meminta pelayan di sana untuk membawakan barang," jelas si resepsionis dengan ramah, Aamon mengangguk.

Tiba-tiba seorang pria bersurai merah maroon menghampiri si resepsionis dan menanyakan pertanyaan yang sama persis seperti Aamon tadi.

"Sayang sekali, kamar terakhir sudah di pesan oleh pria disampingmu, anda bisa menunggu di lobby sampai badai selesai, pihak hotel akan menyiapkan selimut dan bantal untuk para pengunjung yang tidak mendapatkan kamar," jelas sang resepsionis.

Pria itu melirik Aamon yang berdiri disampingnya, kemudian mendesah kecewa dan berjalan hendak menuju kursi tunggu.

Aamon yang tidak sengaja mendengar percakapan si pria dan resepsionis entah apa yang ada dipikirannya menghampiri pria itu.

"Permisi, saya Aamon sebelumnya maaf lancang tapi jika anda bersedia saya tidak keberatan berbagi kamar dengan anda selama badai." Ucapan Aamon terhenti kala suara angin di luar sangat kencang bahkan membuat beberapa pohon tumbang.

"Daripada anda harus menunggu di sini dengan tidak nyaman, akan lebih baik berbagi kamar dengan saya," lanjut Aamon tanpa mengalihkan pandangannya ke luar hotel.

"Anda serius? Saya sangat bersedia, terimakasih," ucap pria itu dengan semangat, Aamon beralih menatap pria bersurai merah itu dengan senyuman.

"Tentu, mari kita ke kamar, badai semakin besar," ajak Aamon, tiba-tiba pria itu mengambil alih tas milik Aamon untuk ia bawa.

"Biarkan aku membawakannya," ujar pria itu, Aamon mengangguk dengan senyuman.

"Terimakasih." Keduanya berjalan menuju kamar bernomor 0560 setelah sampai kedua pria itu masuk.

Aamon langsung merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan pria bersurai merah maroon itu mendudukkan dirinya di sofa dan memainkan ponselnya -lebih tepatnya membalas beberapa pesan masuk dari anak buahnya.

"Eh tuan siapa namamu?" Aamon tiba-tiba mengangkat kepalanya dan bertanya pada pria itu.

"Julian," jawab pria itu singkat, Aamon mengangguk mengerti lalu dengan ceria berkata, "Baiklah, semoga kita menjadi roomate yang baik."

Julian mengangguk sambil tersenyum, kembali fokus pada ponselnya, Aamon bangkit dan berdiri di jendela kamar itu.

Terlihat badai masih mengamuk menerjang kota itu, langit yang mendung dan hujan yang terbawa angin membuat jarak pandang sangat minim.

"Apa asiknya melihat angin mengamuk di luar?" Aamon tersentak kala tangan Julian menyentuh pundaknya.

"Ah, tuan mengagetkanku saja." Kening Julian menyernyit mendengar panggilan Aamon padanya.

"Panggil aku Julian saja, tidak perlu seformal itu," pinta Julian, Aamon kembali mengangguk lalu tersenyum hangat pada Julian.

"Baiklah, Julian."

-

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21 malam, namun Aamon belum bisa tidur, pria bersurai platinum itu masih menonton drama melalui laptopnya di atas ranjang sebari duduk dengan seluruh tubuh di bungkus selimut.

Di samping Aamon, Julian tengah tidur  m nyenyak seperti tak terganggu dengan suara drama dari laptop roomatenya.

Aamon beranjak dari kasur, menuju dapur, pria bersurai platinum itu membuat secangkir coklat panas.

Tiba-tiba suara petir yang menggelegar, mati lampu dan sesuatu yang pecah membangunkan Julian dari tidurnya.

Julian melirik jendela kamar yang menunjukkan hujan deras dan kilatan petir menyambar lalu beralih menatap laptop Aamon yang tergeletak di sampingnya.

Pria bersurai merah maroon itu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan pria yang menolongnya.

Julian beranjak dari kasur dan bangkit menuju dapur sebari menyalakan senter di ponselnya.

Aamon bersimpuh di depan pecahan gelas berisi coklat panas, kegelapan selalu membawa Aamon pada ingatan masa lalunya yang kelam, menyebabkan rasa trauma berubah menjadi ketakutan tak berarti.

Merasa ada seberkas cahaya perlahan Aamon membuka matanya, menatap Julian dengan mata sembabnya.

Julian tak banyak bicara langsung mengulurkan tangannya pada Aamon lalu menggendong pria bersurai platinum itu menuju kasur.

Kedua pria itu berbaring di kasur dalam kegelapan malam, terlihat salah satu pria itu gemetar ketakutan dan ditenangkan oleh pria satunya.

Julian terus memeluk dan mengelus Surai Aamon dengan penuh sayang, mencoba menenangkan pria didekapanannya agar dapat menghadapi rasa takutnya sendiri.

"Ssst, tidak selamanya kamu bisa kabur dari ketakutanmu, sesekali coba hadapilah rasa takut itu, kau akan merasakan ketenangan Aamon," bisik Julian tepat di telinga Aamon, yang dibisiki mengigit bibirnya.

Kedua pria itu saling menatap sampai lampu kembali menyala, terlihat jelas di mata Julian, wajah Aamon yang sembab dan memerah.

Julian menangkup dagu Aamon lalu menyatukan bibir mereka, mencium Aamonn dengan lembut, yang dicium memejamkan matanya sembari membalas ciuman lembut itu.

Netra merah itu menatap kagum pahatan wajah Aamon indah dengan luka goresan di pipinya, Julian menyudahi ciuman lembut itu perlahan beranjak menindih Aamon yang membuka matanya.

Netra biru safir itu bertemu dengan netra Semerah darah, Julian menangkup pipi Aamon dan mengelusnya menggunakan ibu Jari.

Entah angin apa yang merasuki mereka, kini kedua pria sudah naked dengan tubuh saling berhubungan.

Kening si surai platinum basah oleh keringat, sedangkan si surai merah maroon terus melakukan pergerakan yang membuat ranjang yang mereka tempati berguncang.

Hingga lenguhan panjang keduanya mengakhiri kegiatan yang mereka lakukan, Julian menjatuhkan tubuhnya di samping Aamon lalu memeluk pria itu tanpa melepas penyatuan mereka.








End

Luna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang