MELFI [39. Ikhlas~]

188 14 6
                                    

"وظيفتي هي أن أحبك فقط ، والباقي هو عملك

Tugasku hanya mencintaimu, selebihnya ituu urusanmu."

•melfi•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


melfi•

Di bawah gerimis yang akhir akhir ini menyapa bumi, seorang pemuda duduk termenung menatap langit malam, sudah menjadi kebiasaannya memandang langit malam sejak ia mencintai gadis penyuka langit itu.

Tapi malam ini, langit itu seakan menambah sesak didalam dadanya.
Tatapannya kosong, matanya menyiratkan rasa lelah yang luar biasa. Bukan lelah tubuh, tapi lelah batin yang berhasil menguras habis tenaganya. Sesakit ini ternyata berharap pada manusia. Harusnya dulu ia tidak mengizinkan harapan itu tumbuh didalam hatinya.

Perlahan cairan bening yang sejak tadi pagi ditahan agar tidak jatuh, mengalir dengan sendirinya. Didepan semua orang ia bisa mengatakan ikhlas dan tetap tersenyum, tapi disaat sendirian ia tidak bisa ikut membohongi dirinya sendiri. Ia sedang tidak baik-baik saja.

Malam ini senyap, semua orang sepertinya sudah terlelap dalam tidur mereka, apalagi sekarang sedang gerimis, tidak ada lagi aktifitas yang dilakukan. Semua sudah damai dalam mimpi mereka masing-masing.

"Aa," Hafidzah yang ingin menutup gorden terkejut saat melihat Zidan duduk sendirian dibawah gerimis.

"Ngapain sih disitu," Hafidzah segera menutup gordennya lalu berjalan keluar dengan cepat, menemui Zidan.

"Aa!" Pekik Hafidzah. Membuyarkan lamunan Zidan, dengan segera Zidan menghapus air matanya.

"Ngapain ujan ujanan? nanti sakit!" omel Hafidzah.

"Teu nanaon," jawab Zidan singkat.

Hafidzah mengerutkan keningnya. Ada yang berbeda dengan Zidan. Kenapa kakaknya ini terlihat sedih? Apa yang terjadi.

"Aa kenapa?" Tanya Hafidzah. Ia ikut mendudukkan dirinya disana.

"Gapapa. Ayok masuk, nanti ujannya makin lebat," Zidan berdiri, menarik tangan Hafidzah agar mengikutinya.

"Jawab heula!" Hafidzah tak mau bergerak sedikitpun dari tempatnya.

"Aa gak kenapa-napa," jawab Zidan. Berharap Hafidzah berhenti menanyakannya. Ia tidak ingin hati Hafidzah ikut hancur.

"Aa teh kumaha, mau bohongin Fiza?" Hafidzah memasang raut wajah ngambeknya.

"Kita bahas besok aja." Zidan merangkul bahu adiknya, masih membujuk agar Hafidzah mau segera masuk kedalam rumah.

"Besok atau sekarang gak ada beda kan? Fiza mau sekarang!" Ucap Hafidzah penuh penekanan.

Zidan memejamkan matanya, sejak tadi ia terus berusaha menenangkan hatinya. Berharap semua rasa ini hilang detik itu juga. Berharap sebuah cerita cintanya ini hanya ada dalam mimpi tidur malamnya. Namun hatinya masih saja berdenyut nyeri. Sekarang, Hafidzah datang dan bertanya tentang keadaannya? Yang Zidan khawatirkan bukan lagi dirinya, tapi adiknya. Bagiamana ia akan baik-baik saja jika mengetahui semua faktanya.

melfi (love and hurt?) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang