19

922 60 1
                                    

Arkan masih menimang perkataan Geralt tempo hari, apa lelaki itu memberikan jalan kepada dirinya karena ingin menebus kesalahan sebelumnya?

Jika iya, maka Arkan tak akan menerima jalan itu.

Dia lebih baik melewati jalan memutar untuk sampai ketujuan, dari pada melewati kalan pintas yang ia tak tau jalannya mulus atau malah menjerumuskannya ke jurang.

"Cape banget gue nungguin lo dikantin." Bian berkata sembari memberikan sebuah bento box pada Arkan.

"Ngga mood gue."

"Ha?" Dua lelaki disamping Bian terkejut dengan jawaban Arkan, sejak kapan lelaki ini memiliki kata Mood didalam hidupnya?

Arkan hanya memiliki satu suasana hati, yaitu marah.

"Sejak kapan lo punya mood?"

"Sej—"

"Rame banget bangku gue." perkataan Anna memotong perkataan salah satu teman yang dibawa Bian, namanya Teo.

"Nitip bergosip sebentar yaa, Mba Anna." ucap salah satunya lagi, bernama Delta.

Anna memandang aneh empat lelaki ini, termasuk juga Arkan.

"Ternyata kalian demen yaa, ngegosip."

"Dan, berhubung mood gue lagi bagus. Silahkan." ucapa Anna lalu melangkah menuju bangku Cia.

"Mood lo sama Anna bertolak belakang, apa perasaan kalian juga gitu." Bian berkata dengan nada yang cukup kecil.

"Lo bertiga mau gue amuk disini, apa mau keluar?"

Tanpa kata-kata apapun, ketiga lelaki itu langsung tancap gas melangkah keluar dari kelas.

Mood Arkan sedang tak bagus, selain karena memikirkan perkataan Geralt tempo hari, dia juga memikirkan tentang Lexa, ia takut nantinya Anna akan berada dalam bahaya jika Lexa mengetahui bahwa dirinya menyukai Anna.

Ditambah lagi, Anna masih mengabaikannya.

***

"Nanti gue chat jam berapa jadinya ya."

Anna menaikkan pandangannya, "Gue aja yang chat lo, lo-kan ngga nyimpen nomer gue."

Arkan memandang aneh Anna.

"Kata siapa gue ngga nyimpen nomer lo?"

"Kata gue kan barusan."

"Jawab, kata siapa?"

"Yaah, lo tuli ya? Gue udah bilangkan tadi, barusan nih, beberapa detik yang lalu, gue yang berkata."

Arkan memutar matanya, "Lo udah meriksa hape gue?"

"Kalo udah kenapa? Kalo belum kenapa?"

"Kalo udah, lo gamungkin bilang gitu. Kalo belum, ya lo harus liat." Arkan berkata sembari merogoh ponsel dikantung celananya.

"Coba lo telfon gue."

"Buat apa?"

"Buat buktiin, gue simpen apa engganya nomer lo. Lagian main nuduh aja ga ada bukti."

"Ck." Anna meraih ponsel disaku roknya.

Drrrtttt...drrrtttt...

Ponsel Arkan bergetar.

GriselAnna calling...

Anna terdiam melihat namanya yang tertera di ponsel Arkan.

"Kapan lo savenya?"

"Gue savenya pas pertama kali lo bilang, 'Hallo ini gue Anna'."

"Boong ya lo?"

"Cowo itu yang dipegang kata-katanya."

"Terus, waktu gue nelfon lo. Yang angkat cewe, dan nanyain gue siapa biar dia bisampein ke lo. Gue tanya emang gaada namanya, dia bilang gaada."

Arkan mengerti tentang pengabaian Anna beberapa hari ini.

"Terus lo jawab apa? Temen sekolah." Arkan menganggukkan kepalanya, "Jadi lo selama ini jauhin gue, karena mikir gue ga save nomer lo?"

"Ya begitulah. Eh betewe, gue udah beli celana. Jadi lo bisa jemput gue naik motor."

Arkan menghentikan langkahnya, "Lo ga harus kaya gitu."

Anna bingung dengan jawaban Arkan.

"Kenapa?"

"Gue ga maksud waktu itu bilangin lo feminim banget atau apalah itu. Gue ngomong gitu juga ga maksud ngebuat lo malah jadi mau berubah."

"Ih. Lo ngomong panjang banget."

Arkan mengerling, "Fokus Na."

"Iya-iyaa. Gue pake rok."

Arkan menganggukkan kepalanya.

"Kenapa gue gaboleh make celana? Padahal kan tipe cewe lo, cewe tomboy."

"Kata siapa?"

"Gue pan barusan."

Arkan menarik Anna untuk sejajar dengannya, lalu memutar gadis itu hingga berhadapan dengannya

"Tipe cewe gue itu, Lo."

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang