Kali ini Anna harus berpura-pura, bahwa tempo hari tidak ada kejadian yang mengenaskan.
"Arkan gamasuk?" Cia bertanya pada Anna yang sedari tadi fokus pada ponselnya.
"Gatau."
"Gue denger, kemarin gabalik sama Arkan ya?"
"Ya begitulah."
"Bete gasih lo?"
"Gaboleh bete, nanti dia makin suka mainin perasaan gue."
Cia memandang Anna, "Jangan cepet naruh hati, cuma karena nyaman."
Cia menghela nafas, "Walaupun nyaman itu lebih bahaya dari cinta."
"Lo diem-diem aja." ucap Anna memperingati Cia, "Cuma lo yang tau."
Cia menganggukkan kepalanya, sudah lama dia ingin berteman dengan Anna, karena melihat Anna berteman sangat tulus dengan Felish.
"Minggir."
Penghuni kursi datang saat bell sudah berbunyi setengah jam yang lalu, syukurnya saat ini kelas sedang kosong, karena guru mengadakan rapat.
Cia bangkit dari duduknya, dan Anna kembali memusatkan perhatian pada ponselnya.
"Guru gamasuk?"
"Rapat." jawab Anna singkat, lalu kembali pada ponselnya.
Sebelumnya Anna sudah berbicara tentang manner bukan? Dia tetap akan melepas apapun yang dipegangnya saat berbicara atau diajak berbicara oleh orang lain.
"Oh."
Anna mendengar jawaban singat dari Arkan itu, dan tak mau ambil pusing.
Lelaki disebelah Anna ini sama sekali tidak meminta maaf atas kejadian tempo hari, bahkan lelaki ini tak mau repot-repot mengirimkan pesan teks pada Anna.
***
"Lo gamau ngomong gitu ke gue?" Anna bertanya pada Arkan setelah pelajaran selesai.
Sejak awal masuk tadi, Arkan hanya bertanya tentang guru, dan selebihnya lelaki ini mendiami Anna.
Seperti diawal mereka betemu.
"Apa?"
Anna hanya menghembuskan nafasnya kasar, lalu melangkah meninggalkan Arkan dengan backpack yang ia jinjing.
Sepanjang jalan menuju parkiran, Anna mendumel dalam hatinya.
Dia mencoba untuk memaafkan kejadian tempo hari, tapi Arkan berperilaku seolah-olah Anna yang berbuat salah padanya.
Biasanya Arkan akan mencoba untuk mengajaknya berbicara, apabila lelaki itu membuat salah, seperti disaat dia tidak jadi menjemput Anna kala itu.
"Hai Anna!"
Anna memandang gadis yang tengah berada didepan mobilnya, lebih tepat mobil Geralt.
Anna hanya melangkah mendekati mobilnya, tanpa mau menjawab sapaan gadis yang tak dia kenalin secara resmi.
"Lo Griselda kan?"
"Ahh, kenalin, Gue Alexandra Celine. Lo bisa panggil gue Lexa."
Anna tak menjawab gadis ini, dia masih diam disisi pintu kemudi mobilnya, dengan Lexa dihadapannya.
"Lo pasti gaasing sama muka gue kan? Kita ketemu dibasecamp waktu itu, dan ditaman deket rumah lo, yang terakhir di festival."
Anna tentu saja masih tak bergeming, dia cukup bingung dengan gadis ini tiba-tiba datang berkenalan dengannya.
"Gue sahabat Geralt. Abang lo."
Ahhh, Anna mengerti.
"Temen kuliah Abang?"
"Ah, ngga. Gue adik kelasnya waktu SMA."
Anna menganggukkan kepalanya.
"Kesini ada perlu apa?"
"Mau nunggu pacar gue balik sekolah."
Anna menyesal melempari Lexa dengan pertanyaan seperti ini.
"Lo ga kepo pacar gue siapa?"
"Reval?"
"Dia udah cerita ke lo?"
"Cerita?"
"Waktu festival, dia nagajakin gue balikkan. Lo pasti denger cerita tentang gue kan?"
Anna tak tau mau berekspresi seperti apa.
Dia terluka jika ternyata semua yang dikatakan Lexa adalah kebenaran.
"Lo tem—" ucapan gadis itu terputus saat lengannya ditarik paksa oleh Arkan, untuk menjauh dari Anna.
Anna menyaksikan hal itu, awalnya cukup terkejut, setelahnya dia menyadari jika memang tak baik membuka hati terlalu dini.
Anna memasuki mobilnya tanpa mau mengetahui kemana perginya Arkan dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA
Teen FictionLaryssa Griselda Hanna, harus merasakan pahitnya pengkhianatan dari orang yang sangat ia percaya. Dunianya yang sudah begitu nyaman, hancur seketika saat dua orang yang menjadi pilar kenyamanannya melakukan pengkhianatan. Anna sapaan akrabnya, gadis...