Sebelum datang ke pesta itu, sebenarnya aku sudah tahu kalau Ella akan berdansa dengan Pangeran, Inspektur.
Aku yang sedang menyapu lorong depan kamar Ella, nggak sengaja mendengar cewek itu menelepon. Suaranya pelan, tapi penuh dengan nada antusias. Sepertinya dia sudah nggak sabar untuk pergi ke pesta dansa itu.
Awalnya sih, aku nggak tertarik sama apa yang diobrolkan Ella dengan orang yang ada di telepon itu. Mereka cuma membahas tentang pesta dansa, desain dan warna gaun yang akan mereka gunakan, make up, parfum, gaya rambut yang cocok dan elegan. Diam-diam, aku bisa memperkirakan, sosok di balik telepon itu pasti Alice atau Fairy.
Lalu, ketika aku hampir selesai menyapu area itu, kudengar Ella mengeluh, “Kenapa sih aku harus jadi pasangannya Pangeran?”
Aku nggak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh orang dibalik telepon itu, bagaimana komentarnya, tapi aku masih tetap bisa mendengarkan Ella.
“Malas banget deh dansa sama Pangeran.” Ella berdecih. Tanpa sadar, aku mulai mendekatkan telingaku ke arah pintu kamar Ella yang tertutup. “Rasanya nggak nyaman kalau ada di dekat dia lama-lama.”
Ada jeda. Hening yang membuatku merasa nggak nyaman. Bisa kubayangkan sosok di balik telepon itu mulai berbicara. Ella mendengarkan, mungkin sambil duduk di depan meja rias, memoleskan lipstik, atau hanya melamun memandangi pantulan wajahnya sendiri di cermin.
“Iya, sih. Memang cuma untuk malam ini.”
Kudekatkan lagi telingaku, hingga hampir menyentuh daun pintu.
“Ini yang terakhir, kan?” Embusan napas lega terdengar. “Akhirnya aku besok bisa putus dengan Pangeran.”
Ella tertawa. Jenis tawa yang mengejek.
“Nggak sabar banget deh lihat gimana ekspresinya nanti. Pasti bakal kaget banget.”
Ada barang yang terjatuh. Benda kecil. Aku nggak tahu apa tepatnya, tapi kupikir itu bukan sesuatu yang penting. Mungkin kotak bedak atau semacamnya.
“Oke, oke. Habis ini aku berangkat ke rumah Alice. Dia bilang dia mau dandanin aku di sana.”
Merasakan obrolan telepon itu akan berakhir nggak lama lagi, dengan segera kujauhkan telingaku dari pintu. Aku juga mempercepat gerakan sapu. Ada sedikit sisa debu yang tertinggal di sisi-sisi tembok, tapi kubiarkan begitu saja.
“Bye.”
Ketika sudah nggak ada lagi suara Ella yang terdengar, aku pun pergi meninggalkan lorong itu.
Aku turun ke dapur, mengembalikan sapu yang baru kupakai itu ke dalam gudang kecil yang ada di dekat kebun belakang. Semua pekerjaan rumah yang menjadi tugasku sudah kuselesaikan. Sambil membayangkan kata-kata pujian yang akan Mama berikan padaku, aku memasang senyum puas di hadapan bunga-bunga yang bermekaran.
Pesta dansa?
Aku nggak memikirkan acara bodoh itu sama sekali, Inspektur. Prom night itu bukan duniaku. Cewek-cewek lain mungkin akan melompat-lompat kegirangan, heboh sendiri, sibuk merias dan membuat rencana-rencana konyol, seperti Ella tadi, contohnya. Aku nggak tahu apa yang direncanakan Ella dan teman-temannya, tapi, ya... aku nggak terlalu memedulikannya.
“Tentang Anastasia?” tanyamu?
Sebenarnya, aku ingin memberitahu Anastasia. Pangeran yang dicintainya setengah mati itu sudah berpasangan dengan Ella. Tapi....
“Aku nggak mau datang pesta itu.” Anastasia memberitahuku ketika aku datang ke kamarnya.
Dia sedang duduk bersandar di atas tempat tidurnya, memeluk bantal kecil. Kamar Anastasia terlihat lebih berantakan dari biasanya. Meja belajarnya sedikit bergeser, nggak sejajar dengan kursi. Buku-bukunya tergeletak sembarangan. Bola-bola kertas berwarna merah jambu berserakan di dekat tempat sampah kecil di belakang pintu. Bisa kubayangkan Anastasia melempar bola-bola kertas---yang kemungkinan adalah surat-surat cinta yang pernah dikirim Pangeran dulu---itu dengan frustrasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella in Wonderland [END]
Mystery / ThrillerCinderella si pembohong itu, memang pantas untuk mati. *** Seorang gadis remaja bernama Ella Tremaine ditemukan tidak bernyawa di area lobi belakang sekolah. Ada luka lebam yang membiru di lengan dan kakinya. Gaun yang dia pakai kotor terkena noda k...