Acara dimulai tidak lama setelah kami memasuki ruang aula. Kepala sekolah Nelman berdiri di atas podium, membacakan pidato membosankan, beberapa nasehat lama, dan juga lawakan garing yang sulit dimengerti. Selama setengah jam itu, aku lebih memilih untuk memperhatikan meja penuh kue yang ada di dekat jendela.
“Drizella itu suka banget sama makanan manis.” Aku ingat Anastasia pernah bercerita seperti itu padaku. Suaranya terngiang, mengalahkan suara pak kepala sekolah yang bervolume keras melalui speaker.
“Kalau kau?”
“Aku nggak terlalu suka kue, sih,” jawab Anastasia waktu itu. “Tapi kalau es krim, aku suka.”
Bagaimana keadaan gadis itu sekarang, ya? Dalam hati, aku membayangkan Anastasia, mengingat-ingat waktu-waktu yang sudah kami lalui bersama. Apa benar Anastasia tidak akan datang ke pesta?
Suara tepuk tangan membangunkan lamunanku, Inspektur. Kepala sekolah Nelman turun dari podium, digantikan oleh ketua OSIS periode baru yang terlihat gemetaran membawa naskah pidato.
Aku menoleh ke arah Ella. Gadis itu sempurna, ideal, selayaknya pemeran utama wanita dalam cerita. Absolutely perfect. Dari semua gadis-gadis bergaun mewah lain yang ada di tempat itu, Ella-lah yang paling bersinar. Namun... aku tidak mengerti, Inspektur.
Sesempurna apa pun Ella, kenapa selalu ada Anastasia yang berputar-putar di dalam kepalaku?
Satu malam saja, kenapa aku tidak bisa melupakan Anastasia?
Bahkan setelah semua pidato selesai dibacakan dan pesta dansa benar-benar dimulai. Ketika lampu mulai diredupkan, piano dan biola mengisi keheningan, seharusnya hanya ada aku dan Ella. Tapi kenapa? Kenapa saat aku menyentuh tangan Ella, aku teringat dengan dinginnya jemari Anastasia yang menggenggam lemah tanganku sewaktu di rumah sakit? Saat aku memeluk dan mulai berdansa dengan Ella, kenapa yang kuingat malah aroma parfum khas Anastasia? Kenapa? Kenapa? Sewaktu aku menatap sekitar, kenapa aku membayangkan ruang perpustakaan yang hangat, tempat aku dan Anastasia biasa berdua?
Kenapa aku tidak bisa melihat jauh ke dalam mata Ella lagi?
Setiap kali Ella menatapku, aku bisa melihat sosok Anastasia terpantul dari kilau mata Ella.
Anastasia yang menangis, menungguku.
“Kau kenapa, Pangeran?” Ella bertanya ketika aku yang tidak fokus hampir menginjak kakinya.
Aku menggeleng kuat-kuat. “I'm fine.”
Ella melepas rangkulannya, melirik ke salah satu meja penuh kue yang ada di sisi aula. Ada Alice dan Fairy di sana, berbincang sambil menikmati cupcake cokelat.
“Mau istirahat?” tanyaku.
Ella tersenyum, mengangguk, lalu pergi begitu saja menghampiri kedua temannya. Aku mengekori di belakang.
“Kau tadi melihatnya?” Alice bertanya ke Fairy ketika aku dan Ella sampai ke meja kue.
Fairy tertawa. “Dia menangis lalu lari, hahahaha!”
“Seperti yang kita duga, kan?”
“Iya, iya.”
Aku tidak mengerti, Inspektur. Jadi aku bertanya, “Siapa? Siapa yang menangis?”
Alice dan Fairy menoleh, seolah baru menyadari keberadaanku. Senyum dan tawa riang yang mereka tunjukkan langsung berhenti, berganti menjadi kerut di dahi.
“Apa sih, Pangeran?”
“Ikut campur saja, deh!”
Kemudian tatapan mereka berpindah, melirik Ella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella in Wonderland [END]
Mystery / ThrillerCinderella si pembohong itu, memang pantas untuk mati. *** Seorang gadis remaja bernama Ella Tremaine ditemukan tidak bernyawa di area lobi belakang sekolah. Ada luka lebam yang membiru di lengan dan kakinya. Gaun yang dia pakai kotor terkena noda k...