"Selamat tidur, Ella."
Apa Mama masih ingat? Dulu, aku sering mengalami mimpi buruk. Entah mimpi tentang hantu atau monster atau apa pun yang aku takuti waktu itu. Tengah malam, aku akan menangis, menjerit, memanggil nama Mama sekeras-kerasnya, berharap Mama bisa segera datang dari balik pintu dan menenangkanku dalam pelukan Mama.
Aku masih ingat.
Mama dengan baju tidur dan rambut yang berantakan itu akan menyalakan lampu kamar, naik ke atas tempat tidur, lalu mendekapku dengan senyum hangat. "Tidak apa-apa," bisik Mama di telingaku. "Mama ada di sini."
Aku selalu nyaman berada di dekat Mama. Setiap malam, aku ingin Mama membacakan dongeng tidur untukku, membuatkan susu hangat, membelai ujung kepalaku hingga aku tertidur pulas.
Kenangan-kenangan yang kumiliki bersama Mama, aku masih ingat semuanya.
Waktu Mama mengajakku ke pasar malam. Apa Mama masih ingat? Sampai sekarang pun, rasanya aku nggak akan lupa apa yang terjadi saat itu.
Itu malam yang indah kan, Ma. Sama seperti malam ini, bulan saat itu juga bersinar cerah, angin malam yang menyejukkan membuat rambut kita beterbangan. Aku ingat, Mama menggandeng tanganku erat-erat, melewati penjual es krim dan gula kapas. Ada komedi putar yang lampunya menyala kelap-kelip, juga kincir ria besar yang tampak seperti roda raksasa. Aku ingin naik itu. Namun, Mama melarangku.
"Itu berbahaya," kata Mama. "Gimana kalau nanti kamu jatuh."
Lalu sebagai gantinya, Mama malah menyarankanku untuk naik kereta-keretaan saja. Kereta yang jauh lebih kecil, pelan, dan nggak berbahaya untukku.
Aku nggak mau. Aku ingat waktu itu aku memasang wajah cemberut, memajukan bibir. Aku menggerutu dalam hati sambil terus memandang ke arah kincir ria. Kemudian, ketika genggaman tangan Mama melemah, aku berlari menuju wahana yang satu itu.
Aku menerobos kerumunan, berdesakan, melalui jalan setapak dan kios camilan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Gawat. Perlahan aku mulai menyadarinya. Kincir ria yang berkilauan itu ada di depan mataku. Namun, Mama nggak ada di sampingku.
Nggak ada yang menggandeng tanganku. Nggak ada yang tersenyum menatapku. Hanya wajah-wajah yang terasa asing. Orang-orang lewat, datang dan pergi begitu saja.
Mama... di mana?
Aku nggak melihat Mama. Sesering apa pun aku menoleh dan mencari di antara kerumunan, aku nggak bisa menemukanmu, Ma.
Cuma lima menit, tapi terasa sangat lama. Aku berdiri di tengah jalan. Orang-orang mulai memperhatikanku seperti bahan tontonan. Aku takut. Air mataku jatuh. Aku ingin Mama kembali. Aku ingin Mama menjemputku dan mengantarku pulang. Masa bodo dengan kincir ria, komedi putar, atau segala camilan manis yang ada di tempat itu. Aku cuma mau Mama.
"Jangan menangis begitu."
Bahkan sampai sekarang aku nggak mengerti. Kenapa Mama bisa tiba-tiba ada di belakangku malam itu? Mama yang datang entah dari mana, tiba-tiba memelukku, mengusap jejak air mataku, membuatku tersenyum dan nggak tahan untuk segera membalas pelukan yang Mama berikan.
"Anak Mama nggak boleh cengeng," Mama bilang begitu padaku. "Karena Mama selelau memperhatikanmu, Ella."
Apa Mama masih ingat itu semua?
Apa Mama masih memperhatikanku seperti janji Mama malam itu?
Kuharap begitu. Kuharap selalu begitu. Aku nggak tahu lagi apa yang akan kulakukan kalau Mama nggak memperhatikanku.
Aku... kangen Mama.
Mama ingat, malam Halloween yang pernah kita lalui dulu?
Bertahun-tahun yang lalu, aku ingat aku memakai kostum penyihir. Dengan jubah hitam, topi runcing, dan sapu yang nggak bisa terbang, aku mengelilingi area kompleks, mengetuk pintu tetangga yang penuh dengan hiasan menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella in Wonderland [END]
Mystery / ThrillerCinderella si pembohong itu, memang pantas untuk mati. *** Seorang gadis remaja bernama Ella Tremaine ditemukan tidak bernyawa di area lobi belakang sekolah. Ada luka lebam yang membiru di lengan dan kakinya. Gaun yang dia pakai kotor terkena noda k...