Pangeran 6

128 40 16
                                    

Aku ini... tokoh utama yang seperti apa, Inspektur?

Kupikir aku adalah karakter yang sempurna. Aku punya semuanya. Kepintaran, wajah yang tampan, tubuh atletis, kekuatan raja yang bisa mengabulkan semua keinginanku. I'm special. Seharusnya tidak ada yang salah. Seharusnya tidak ada yang bisa mengacaukan hidupku. Lalu kenapa....

Kenapa saat aku melihat Anastasia terbaring lemah di rumah sakit, aku merasa... bersalah?

Anastasia adalah sosok antagonis dalam cerita, kan? Seharusnya wajar saja kalau dia menerima karma atas dosa-dosa yang sudah dia buat. Pembalasan. Hukuman. Anastasia pantas mendapatkannya, sama seperti penjahat-penjahat di dalam film yang berakhir di penjara.

Seharusnya aku bisa merasa lega. Anastasia yang dalam kondisi kritis itu sementara waktu tidak akan bisa mengganggu Ella lagi. Ella bisa sedikit lebih tenang.

Namun, aku tidak tahu, Inspektur. Jauh dalam hatiku, aku masih merasa kalau ada yang salah. Ada yang tidak beres.

Kau masih suka sama Anastasia kan, Pangeran?

Pertanyaan itu benar-benar menggangguku, Inspektur.

Bagaimana bisa seorang tokoh utama, protagonis, seperti aku, bisa punya perasaan pada Anastasia yang merupakan karakter antagonis? Itu tidak mungkin. Sejak gosip-gosip tentang kebusukan keluarganya itu tersebar, secara otomatis aku juga melupakan perasaanku pada gadis itu. Sudah hilang. Aku sudah tidak suka lagi padanya. i'm moved on.

Aku hanya merasa kasihan. Pasti begitu. Aku meyakinkan diriku sendiri, Inspektur. Melihat tubuh Anastasia yang pucat dan tertutupi selimut rumah sakit, tentu saja hal itu membuatku tidak tega.

“Ah, ternyata Anastasia masih punya teman sekolah, ya?” Di depan ruang rawat, seorang wanita yang bisa kupastikan adalah ibu dari Anastasia bergumam. Senyumnya kecil, sekadar menutupi rasa cemas dan sedih yang terpampang jelas di matanya. “Setelah mendengar gosip-gosip itu, saya pikir tidak ada lagi yang mau berteman dengan putri saya.”

Teman, ya? Apa “teman” itu kata yang tepat untuk menggambarkan hubungan kami?

Aku tidak tahu, Inspektur. Aku benci hal-hal jahat yang Anastasia lakukan pada Ella. Aku masih tidak bisa memaafkannya. Namun, ada rasa hangat yang muncul di dalam diriku ketika aku mendengar kata “teman”. Teman Anastasia.

“Boleh aku masuk?” Sambil memasang senyum ramah, aku meminta izin.

Nyonya Tremaine mengangguk. Dengan lembut, dia membukakan pintu, membawaku lebih dekat ke ranjang Anastasia.

“Terima kasih,” ucapku.

Nyonya Tremaine tidak menjawab, tapi senyumnya kecilnya tetap terukir ketika dia memandangku. Dia meletakkan parsel buah yang kubawakan untuk Anastasia ke atas meja, membuka tirai sedikit lebih lebar, lalu mempersilakan aku duduk di kursi kecil dekat sisi ranjang.

Aku tidak pernah menyangka akan diperlakukan sebegitu baiknya oleh Nyonya Tremaine. Dari gosip yang kudengar, sosok ibu dari Anastasia itu kupikir seharusnya terlihat lebih kejam, dengan lirikan tajam, suara melengking, dan bahasa yang kasar. Bukankah begitu karakteristik ibu tiri yang digambarkan orang-orang di luar sana?

Aku tidak tahu, Inspektur. Entah kenapa yang kudapatkan malah sebaliknya. Tidak seperti dugaanku, nyonya Tremaine ternyata benar-benar menampilkan sosok ibu yang sempurna. Sorot matanya yang penuh kasih sayang, suara halus dan terdengar sabar. Aku tidak mengerti. Apa benar dia seburuk apa yang digosipkan? Atau mungkin, dia hanya berakting menjadi baik di depan putrinya?

Waktu itu aku masih tidak tahu, Inspektur.

Entahlah, aku tidak akan berkomentar banyak tentang Nyonya Tremaine. Aku tidak terlalu memperhatikannya.

Cinderella in Wonderland [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang