Pangeran 2

147 42 2
                                    

Apa kau percaya dengan yang namanya keajaiban, Inspektur? Seperti saat kau meniup llin ulang tahun, melihat bintang jatuh, atau melempar koin ke dalam kolam air mancur, something like that.

Aku tahu, memang kekanakan. Keajaiban seperti itu cuma ada di dongeng anak-anak dan film-film fiksi fantasi. Namun, aku selalu percaya.

I’m the choosen one.

Akulah pemeran utama dalam cerita ini.

A hero who can rule anything.

Semua yang kukatakan akan menjadi kenyataan.

Aku tahu kau tidak bisa percaya padaku begitu saja. Sebagai seorang Inspektur, kau harus berpikir dan menganalisis berdasarkan fakta. Aku tidak akan menyalahkanmu jika kau menatapku sebagai seorang anak kecil penghayal sekarang. Bagaimanapun, sesuatu seperti kekuatan super atau sihir supranatural memang bukan hal yang bisa dipaham oleh manusia biasa.

Ah, jadi kau pernah mendengar gosip-gosip itu juga ya, Inspektur?

“Pangeran itu pintar banget! Juara kelas. Nilainya nggak pernah di bawah rata-rata.”

“Cowok itu juga jago olahraga. Dia MVP basket sekolah kita.”

“Suaranya juga bagus. Aku pernah dengar dia menyanyi di acara pentas seni sekolah.”

Benar-benar sosok yang sempurna. Sosok yang diidam-idamkan. Aku hampir tidak bisa menahan tawa ketika mendengar mereka sebegitunya membicarakanku, Inspektur. Hampir semua murid dan guru di sekolah itu memujaku, sama seperti Crown yang disanjung dan menjadi pusat perhatian ketika dia mengenakan kostum super heronya.

Inilah perbedaan antara tokoh utama dan pemeran sampingan, Inspektur. Perbedaan antara hero dan manusia biasa. We’re more special.

Namun dalam sebuah film atau cerita, selalu ada yang namanya pemeran utama wanita. Love interest. Seorang heroine yang akan menemani dan mendukung si pemeran utama dalam kondisi apa pun. Karakter mereka memang diciptakan untuk selalu bersama, dan sering kali di akhir film, mereka akan menjadi pasangan yang sempurna.

Dalam film Crown, pemeran utama wanita itu adalah seorang gadis sekolah yang jenius. Rambutnya panjang, berkacamata bulat, dan dia tipe orang yang pemalu. Namanya Anna.

Crown pertama kali bertemu dengannya di perpustakaan. Anna sedang membaca sebuah buku. Aku lupa apa tepatnya judul buku yang Anna baca, mungkin semacam buku fisika atau kimia. Entahlah, aku tidak terlalu ingat detailnya. Yang pasti, Crown mencari buku itu untuk keperluan sekolah dan tugas-tugasnya.

Apa kau tahu istilah meet cute, Inspektur? Istilah itu biasanya ada di film bergenre romance-comedy. Ketika pemeran utama laki-laki bertemu dengan pemeran utama wanita secara tidak sengaja. Benar-benar kebetulan dan tanpa rencana apa pun---biasanya cenderung memalukan atau menyebalkan. Sama seperti saat Crown bertemu dengan Anna. Seperti ada benang merah yang sudah ditakdirkan untuk menyatukan mereka.

Mereka duduk satu meja, berhadapan. Crown berniat untuk menunggu Anna sampai dia selesai membaca. Namun, Anna merasa tidak nyaman jika duduk berhadapan dan ditatap terus-terusan oleh Crown. Anna yang sudah tidak tahan, akhirnya punya ide. Dia bercerita, menjelaskan sesuatu yang rumit agar Crown bosan dan pergi.

Sesuatu yang tidak pernah diduga oleh Anna, ternyata Crown menikmati ketika Anna bercerita. Crown suka mendengar rumus-rumus yang dijelaskan panjang lebar oleh gadis itu. And that’s it, Crown have a crush on Anna.

Seperti selayaknya pemeran utama wanita pada umumnya, Anna berbeda. Di mata Crown, gadis itu terlihat berkilauan. Musik bernada manis dari film selalu muncul ketika adegan menyorot Crown dan Anna yang sedang duduk berdua di perpustakaan.

 That’s a sweet thing, isn’t it?

That’s what they call true love.

Crown punya Anna sebagai pasangannya. Lalu aku?

Siapa pasangan yang cocok untukku, Inspektur?

Siapa sosok pemeran utama wanita yang ditakdirkan hanya untukku?

Selama di sekolah, aku berteman dengan banyak murid, Inspektur. Aku hampir kenal semua orang yang ada di sana. Dari adik kelas sampai senior. Teman-teman sekelasku, murid-murid yang bergabung di klub basket, murid yang pernah menjadi partnerku di olimpiade matematika, teman-temanku di OSIS. Sebagian besar memang laki-laki, tapi aku juga kenal banyak yang perempuan. Sayangnya, tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatianku.

Ada yang kurang. Ketika aku melihat jauh ke dalam mata mereka, aku tidak melihat kilauan seperti yang Crown lihat saat dia menatap mata Anna.

Setiap pagi, selalu ada dua atau tiga surat cinta yang diselipkan ke lokerku. Bau parfumnya sangat menyengat dan warna merah muda yang ditaburi gliter itu terasa memuakkan. Aku tidak pernah membuka surat-surat yang dikirimkan padaku seperti itu, inspektur. Aku tidak ingin membayangkan apa yang ditulis di sana.

Perempuan-perempuan yang kecentilan seperti itu tidak lebih dari karakter sampingan. Aku tidak ingin banyak berhubungan dengan mereka. Itu hanya buang-buang waktu.

Seorang pemeran utama wanita. Sosok heroine. Hanya itu yang kubutuhkan agar ceritaku bisa berjalan sempurna.

Where can i find her? Where can i find my true love?

Jawabannya datang secara tiba-tiba, Inspektur. Sama seperti Crown ketika dia pertama kali bertemu Anna, aku juga bertemu dengan gadis itu di perpustakaan. Aku sedang mencari buku sejarah untuk tugas portofolioku dan kebetulan, dia ada di sana. Benang merah takdir benar-benar mempertemukan kami sebagaimana seharusnya hero bertemu dengan heroine.

Bagaimana aku tahu dia adalah orang yang cocok untukku?

Itu adalah hal yang mudah, Inspektur.

Saat itu, dia sedang menangis. Sebagai seorang tokoh utama, aku tentu saja tidak bisa membiarkan dia begitu saja. Aku harus bersikap baik, dan itulah yang kulakukan. Kurogoh kantung celanaku untuk mengambil sebungkus tisu wajah. Dengan senyum kecil, kuberikan benda itu padanya.

Dia menoleh ketika menyadari keberadaanku. Dia terisak, napasnya masih naik turun. Jejak air mata masih tercetak jelas di pipinya. Untuk sesaat, dia hanya menatapku. Mata kami bertemu. Tanpa kata. Hanya suara kipas angin yang berderit.

Apa kau tahu apa yang kurasakan ketika aku masuk semakin jauh ke dalam mata gadis iitu, Inspektur?

Crown melihat kilauan dalam mata Anna. Namun, aku berbeda. Bukan hanya kilauan yang kudapatkan. Dari bola mata gadis itu, terpantul bayanganku sendiri. bayangan pipiku yang memerah, ekspresiku yang mulai salah tingkah, dan dengan air mata yang tersisa di pelupuknya, aku melihat kepingan hati gadis itu. sosok heroine yang sedih dan terluka.

“Terima kasih,” katanya.

Suaranya terdengar lembut, seperti nyayian kor gereja. Rasanya, burung-burung akan ikut berkicau dan menari ketika dengar suara itu.

Ah, Anastasia. Maafkan aku yang telah mengkhianatimu waktu itu.

***

Cinderella in Wonderland [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang