Pangeran 5

129 40 1
                                    

Anastasia bunuh diri?

Ketika pertama kali aku mendengar kabar itu, tentu saja aku tidak bisa mempercayainya, Inspektur. i though it's just a bullshit.

Aku tahu Anastasia itu memang cengeng. Namun, dia adalah gadis yang pintar. Dia tidak mungkin melakukan hal sebodoh dan senekat bunuh diri. Tidak, seharusnya dia tidak melakukan sesuatu seperti itu.

Tidak mungkin Anastasia bunuh diri hanya karena aku menolak ajakannya.

“Tolong, jadilah pasangan dansaku, Pangeran.” Sehari sebelum berita itu tersebar, aku ingat dia datang untuk menemuiku. Dengan wajah menunduk khas-nya, gadis itu berdiri, menunggu di depan pintu loker tempat aku biasa menaruh barang-barangku.

“Tidak bisa,” jawabku, memperhatikan Anastasia dari atas sampai bawah.

Entah mungkin karena perasaanku atau apa, tapi waktu itu kupikir Anastasia terlihat lebih kurus dari yang kuingat sebelumnya. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Ada kantung mata yang menggantung, tertutupi oleh eye liner dan make up. Dia tidak pucat, tapi penampilannya benar-benar tidak seperti orang sehat.

Memang, aku pernah dengar gosip kalau akhir-akhir ini Anastasia mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Dia ditindas, dijahili. Namun, aku tidak pernah menyangka keisengan mereka bisa berefek seperti itu pada Anastasia.

“Maaf.”

Walaupun sedikit, tapi bisa kurasakan Anastasia semakin menunduk. Pundaknya menurun, seperti habis menghela napas.

“Apa kau... sudah punya pasangan, Pangeran?”

Aku memang berniat mengajak Ella untuk menjadi pasangan dansaku, tapi..., “Belum,” jawabku.

"Itu berarti aku masih punya kesempatan, kan?”

Tidak. Aku menggeleng. Sebesar apa pun rasa cintaku pada Anastasia di masa lalu, aku masih tetap tidak bisa memaafkannya. Dia dan keluarganya sudah melakukan hal yang kejam pada Ella. Aku tidak mau dekat apalagi berdansa dengan gadis seperti itu.

“Itu tidak mungkin, Anastasia.”

“Kenapa?” tanyanya.

“Karena... aku sudah punya rencana untuk mengajak gadis lain.”

Mendadak terasa hening. Kurasakan angin kering berembus ke belakang leher. Sementara Anastasia masih menunduk, orang-orang yang saat itu kebetulan berada di sekitar kami mulai melemparkan lirikan sinis dan bisikan tanpa suara.

“Siapa?” Anastasia bertanya. Suaranya lirih, hampir tidak bisa kudengar. “Siapa cewek beruntung yang bakal jadi pasanganmu itu?”

Ella. Dia yang akan kuajak jadi pasanganku nanti. Aku ingin jujur menjawab seperti itu, Inspektur. Namun, aku tidak bisa. Ada perasaan tidak enak yang menyerangku ketika aku mencoba berpikir.

Aku takut, Inspektur.

Apa yang terjadi jika misalnya aku memberitahu Anastasia begitu saja? Aku akan mengajak Ella. Bagaimana respons yang akan Anastasia berikan jika aku berkata seperti itu?

Aku tahu, Anastasia tidak akan berdiam diri saja.

Kubayangkan gadis itu akan marah. Dia yang dalam kondisi cemburu, pasti akan melampiaskan kekesalannya itu pada Ella. Tentu saja aku tidak mau hal seperti itu terjadi, Inspektur. Bisa-bisa Ella akan di siksa lebih parah. Dipukul, disuruh membersihkan ini-itu, tidak diberi jatah makan malam, dipaksa tidur di dalam gudang. Aku tidak bisa membayangkan kekejaman seperti apa lagi yang akan mereka perbuat di rumah itu.

Tidak. Mereka tidak boleh tahu kalau aku akan mengajak Ella menjadi pasangan dansaku.

“Orang lain.” Aku memalingkan muka dari Anastasia. “Kau tidak perlu tahu.”

Cinderella in Wonderland [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang