Urat-urat rahang Edzsel mengeras. Matanya berkilat marah. Telinganya memanas. Tapi jantungnya jauh lebih panas lagi. Seperti ada batu bara di dalamnya.
"BUAHAHAHAHAHA!"
Para pekerja yang sedang memindahkan barang dari gudang menuju kendaraan pengiriman, sontak berhenti bekerja ketika mendengar atasan mereka tertawa seperti itu.
Bukannya ikut terhibur, mereka justru menjadi sangat takut. Merinding. Seperti sedang melihat setan tertawa di atas jurang neraka.
"Mata Anda sangat indah ... dia bilang." ucap Edzsel begitu lirih hingga tidak ada yang bisa mendengar. Seringai mengerikan muncul di antara kegelapan.
"Berani sekali kau, Sayang. Memuji pria lain di saat suamimu sedang sibuk bekerja."
Simon hanya bisa diam. Mantan bawahan mendiang Dominik itu tidak mau membuat perkara lain dengan atasannya yang baru.
Sial betul dia. Setelah lepas dari atasan pemarah seperti Dominik, lagi-lagi Simon harus berurusan dengan orang gila yang taraf kegilaannya berada jauh di ambang batas wajar.
Tapi pundi-pundi dollar yang didapatkan dari menjadi bagian organisasi memang tak sedikit. Cukuplah untuk menutup resiko dalam pekerjaannya.
"Simon." Edzsel memanggil maka Simon pun bergegas menuju tuannya itu.
"Ya, Tuan?"
"Urus sisa pekerjaan di sini. Jika aku mendengar ada keterlambatan pengiriman lagi-" Edzsel menoleh ke belakang. Menatap langsung pada mata Simon yang mulai bergetar ketakutan, "akan kujadikan kau sebagai alas kaki anjing-anjingku."
Glek.
Menelan ludah rasanya sudah seperti menelan batu saja, ketika suasana tuannya seperti ini. Tapi sekali lagi, Simon hanya bisa mengangguk patuh.
Dia masih terus membungkuk sampai punggung Edzsel benar-benar hilang dari pandangannya.
"Seingatku di usia 17 tahun aku masih suka mencuri atau ikut balapan liar. Tapi kenapa di usia 17 tahunnya, membunuh adalah hal lumrah dan sepele. Benar-benar iblis." gumam Simon pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba saja bulu kuduknya meremang. Seolah Edzsel masih bisa melihatnya walau raga pemuda itu sudah menjauh pergi.
Karena itu Simon memutuskan untuk menutup rapat mulut kurang ajarnya.
_ _ _ _ _
"Ya, Nona? Anda mengatakan sesuatu?"
Renggana terkesiap mendengar suara merdu itu. Wajahnya berubah menjadi layaknya ABG baru saja masuk SMA. Meskipun memang dasarnya dia masih SMA.
Gadis itu malu-malu dan kebingungan.
"Oh ... Ti-tidak. Saya tidak mengatakan apapun." Renggana akhirnya buka suara dan membuat pria bermata coklat terang itu tersenyum.
"Tapi saya mendengar Anda menyebutkan sesuatu tentang mata saya."
Renggana semakin dibuat malu ketika dia sadar jika pemikiran itu sudah keluar bersama dengan suaranya.
"Saya-"
"Nyonya, kita harus pergi." Vinka yang mendapatkan firasat buruk mengenai hal ini pun segera bertindak cepat. Dia tidak akan pernah membiarkan cikal bakal bencana tumbuh subur. Karena itu Vinka menekankan bagian kata 'Nyonya' dengan sangat jelas.
"Anda mau berbelanja di sini, Nona?" tanya si mata coklat masih berusaha mempertahankan pola percakapannya dengan Renggana. Pria itu seolah tuli dan mengabaikan kata 'Nyonya' yang baru saja diucapkan oleh Vinka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Misterio / Suspenso"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...