Edzsel mondar mandir tidak jelas. Wajahnya kusut. Khawatir terjadi sesuatu pada istrinya. Renggana sendiri masih dalam keadaan kosong. Perempuan itu sudah sadar beberapa saat yang lalu. Tapi jiwanya seolah melayang entah kemana.
"Kenapa dengannya? Kenapa istriku tidak merespon ucapanku sama sekali, hah?"
Dokter perempuan yang menjadi sasaran kemarahan Edzsel hanya bisa tertunduk takut. Dia tidak berani menjawab lagi. Pasalnya, tiap kali jawaban keluar dari mulutnya, maka kemarahan Edzsel juga akan ikut merayap keluar.
"JAWAB!"
"M-maaf, Tuan. Tapi, seperti kata saya tadi. Nyonya masih syok. Dia perlu istirahat yang cukup. Dan juga sesi konseling dengan psikolog."
"Shit!" umpat Edzsel sedikit keras. Dia masih belum mau menerima kenyataan jika jiwa Renggana kembali tergoncang dan sepertinya membutuhkan penanganan lebih lanjut.
"Panggil psikolog terbaik di kota ini. Siapkan juga psikiater jika diperlukan. Lakukan semua ucapan dokter ini agar istriku lekas pulih."
"Baik, Tuan." Robert dan Vinka menjawab serempak.
Mereka berdua kemudian keluar dan menjalankan tugas masing-masing setelah mengantarkan dokter wanita tadi pulang dengan selamat.
Edzsel sendiri memilih untuk duduk di tepi ranjang menemani istrinya.
"Apa yang sedang kau lihat, Sayang?"
Renggana masih saja diam. Bahkan ketika Edzsel dengan begitu lembutnya menggenggam erat tangan Renggana, perempuan itu tak banyak merespon. Hanya berkedip dan bernafas seperti mayat hidup.
"Sayang ... Bukan aku yang membunuh Sasha. Percayalah." kali ini Edzsel mengecup punggung tangan Renggana. Juga telapak tangannya. Dia ingin memastikan jika istrinya masih hidup dan berada di sampingnya.
"Ed ..."
Mendengar Renggana merespon untuk pertama kalinya, Edzsel merasa gembira hingga tubuhnya bergetar hebat. Pria itu mendekat agar bisa mendengarkan suara Renggana dengan lebih jelas lagi.
"Iya, Sayang? Ada apa? Apa yang kau inginkan, Nana?"
"Nuh ..."
"Apa, Sayang? Aku tidak dengar."
"Pem ... Bu ... Nuh. Kau pembunuh, Edzsel. Pembunuh."
"Eukhh." jelas sekali terdengar bagaimana suara Edzsel tercekat.
Hampir saja dia lupa caranya bernafas karena ditatap dingin oleh Renggana.
Edzsel merasakan gemuruh tak karuan di dalam rongga dadanya. Tulang rusuknya seolah bergerak sendiri untuk menusuk jantung pria itu.
Tidak ingin berbuat kelewat batas kepada Renggana, Edzsel memutuskan untuk keluar kamar saja.
Dia menjerit sejadi-jadinya di luar kamar sang istri. Berteriak seperti orang kesetanan hingga membuat Vinka dan Robert kembali.
"ARGHHHHHHH!"
"BRENGSEK! SIALAN!!!"
"ARGHHHH!"
PRANG!
PRANG!!
Satu persatu pajangan dinding maupun meja menjadi sasaran kemarahan Edzsel. Semua benda itu jatuh dan terlempar hingga berubah menjadi serpihan kaca.
Vinka segera memberikan perintah kepada semua pegawai untuk pergi menjauh. Dia tidak mau jika sampai ada orang yang terluka.
"ARGHHHHHHH! KENAPA?! KENAPA?!!! KENAPA DIA HARUS MENATAPKU SEPERTI ITU, HAH?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Mystery / Thriller"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...