27. Selamat Datang Kembali

2.7K 165 4
                                    

Bosan sekali. Edzsel berkali-kali ingin menguap saking mengantuknya. Tapi ditahannya karena pemuda itu tidak mau mengganggu kebahagiaan Renggana.

Gadis itu nampak sangat serius dalam mencatat dan mendengarkan penjelasan dari guru di depan kelas.

Satu-satunya hal yang disukai Edzsel dari bersekolah adalah keberadaan Renggana. Jika bukan karena eksistensi Renggana di dalam kelas, Edzsel merasa bahwa dia akan mati karena bosan di sini.

Ya. Semenjak Renggana menginginkan bersekolah lagi, suaminya itu memang sudah mempersiapkan segalanya. Termasuk perihal masalah kelas. Edzsel mengatur agar dirinya dan Renggana bisa menjadi teman sekelas.

"Sayang, jangan langsung menambahkannya seperti ini. Kau harus memindahkan ini ke sini." bisik Edzsel sambil menunjuk deretan angka yang sedang ditulis oleh Renggana.

Gadis itu memang tidak ahli dalam hal matematika. Lebih tepatnya, dia tidak ahli dalam banyak hal. Karena itulah, keberadaan Edzsel ketika ia sedang belajar benar-benar hal baru untuk Renggana.

Gadis itu bersyukur karena suaminya berotak cerdas.

"Aku bingung." Renggana menjawab dengan matanya yang lucu. Edzsel sungguh tidak tahan. Dia ingin menelan gadis itu hidup-hidup.

"Tidak masalah. Kau tidak harus memahaminya. Aku akan mengerjakan tugasmu nanti."

"Tapi, aku ingin mengerjakannya sendiri. Aku  ingin bisa menyelesaikannya, Ed."

"Kalau begitu aku akan mengajarimu. Jangan berpikir terlalu keras dan nikmati saja waktumu di sekolah." jawab Edzsel enteng seraya merapikan anak rambut Renggana.

Pemandangan itu tak luput jua dari tatapan guru yang sedang menerangkan di depan.

"Ekhem! Jadi, apakah pelajaranku harus diganti menjadi pelajaran biologi sekarang?"

Edzsel tahu jika guru itu tengah menyindirnya. Tapi, pemuda itu tak peduli. Dia dengan senyuman khasnya ketika sedang marah lantas berucap, "jangan berganti pelajaran saja, Sir. Kau juga harus berganti sekolah sepertinya."

"Beraninya kau! Apa aku terlihat seperti lelucon bagimu?!"

Suasana kelas mendadak hening. Semua murid dibuat tercengang dengan cara bicara Edzsel. Seolah pemuda itu bukan lagi si bintang sekolah yang begitu ramah. Kepribadiannya berubah 180 derajat meskipun ia masih suka mengumbar senyum.

"Datang ke ruang guru sekarang juga, Hunt!"

Guru itu menutup pintu kelas dengan sangat keras hingga membuat gaduh seisi ruangan. Seluruh penghuni kelas saling beradu suara dengan sesekali melirik ke arah Edzsel dan Renggana.

"Inilah yang kubenci dari sekolah, Sayang."

"Huh?" Renggana bingung. Bagaimana mungkin Edzsel masih bisa bersikap tenang padahal dia baru saja membuat masalah dengan guru? Apakah pemuda itu tidak takut akan dikeluarkan dari sekolah?

"Maksudku---" Edzsel membawa tangan Rengggana ke dalam genggamannya. Mengecup dalam dan penuh makna kepada tangan mungil tersebut, "aku tidak bisa mengekspresikan cinta kepada sayangku ini secara gamblang di sekolah. Karena orang-orang dungu ini hanya suka bermain drama saja. Drama guru baik dan murid teladan. Kau paham?"

Tidak. Renggana tidak paham. Ia tak tahu maksud ucapan Edzsel. Drama apa yang dia maksud?

Tapi yang lebih penting, Renggana tidak paham mengapa Edzsel mengatakan semua itu dengan suara keras hingga bisa didengar oleh seluruh kelas. Teman-temannya bahkan sampai terdiam karena pernyataan Edzsel barusan.

"Nah, baiklah, Sayang. Aku harus pergi mengikuti seleksi drama panggung. Rengganaku diam dulu di kelas selama aku pergi, ya." ucap Edzsel lembut. Senyum juga sangat halus. Apalagi belaian rambutnya, teramat sangat membuai hingga Renggana merasa enggan untuk ditinggalkan.

Don't Escape: Look At Me, Your Devil AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang