Kebiasaan buruk yang sudah lama tidak Edzsel lakukan kini harus kambuh lagi setelah menerima hasil pemeriksaan dokter atas kondisi Renggana. Pemuda itu terus menerus menghantam tubuh para 'pengawas' Renggana menggunakan tangannya yang sudah berlumuran darah. Kulitnya bahkan sudah mengelupas tapi dia tetap tidak mau berhenti.
"Berhenti sekarang Ed. Mereka bisa mati."
"Hahh..." lagi-lagi pemuda itu menghela nafas sambil menengadahkan kepalanya yang terasa begitu rumit.
Dokter mengatakan ada benturan hebat pada area perut Renggana dan membuat limpa gadis itu sedikit cedera. Itulah alasan kenapa Renggana sampai batuk darah. Kondisi yang sangat kritis sebenarnya, tapi entah mengapa dari pagi sampai siang Renggana masih sanggup bertahan dan tidak ambruk juga. Dokter bahkan sempat heran karena gadis itu masih bisa berjalan dan beraktivitas seperti sedang baik-baik saja.
Padahal normalnya manusia biasa akan mengaduh kesakitan dan benar-benar merasakan sakit luar biasa.
"Aku juga tidak mau mengotori tanganku dengan memukuli sampah seperti mereka, Igor. Tapi mahluk-mahluk bodoh seperti mereka harus diberikan pelajaran."
"Ed kau harus tenang-"
"MEREKA BAHKAN TIDAK TAHU JIKA KEKASIHKU TERLUKA SEPERTI ITU! DAN KAU MENYURUHKU TENANG?!"
"Maaf tuan. Kami merasa nona baik-baik saja, karena nona beraktivitas seperti biasa. Tadi pagi nona bahkan masih sempat menyirami tanaman didepan rumahnya jadi kami tidak curiga sedikit pun. Ini kelalaian kami. Maafkan kami tuan. Tuan boleh membunuh kami untuk meredakan amarah tuan."
Mata tajam milik Edzsel menelisik setiap detail dari wajah kedua anak buahnya yang sekarang sudah berubah menjadi kanvas darah tersebut. Mereka dalam kondisi babak belur tapi tetap diam menunjukkan loyalitas pada keturunan Sokolov yang sangat mereka agung-agungkan.
"Pergilah. Aku bukan psikopat yang suka melihat orang mati."
Ya. Setidaknya jika orang itu tidak memiliki alasan kuat untuk dibunuh. Karena pada dasarnya Edzsel memang bukan orang gila yang suka bermandikan darah dan tertawa-tawa setelah membunuh seseorang.
Dia hanya menyingkirkan mereka yang menghalangi jalannya dengan cara yang cepat dan tepat. Menyiksa bukan lagi menjadi bagian hidupnya. Setidaknya tidak sampai dia melihat gadisnya ambruk dihadapannya.
Tiga jam yang lalu Renggana harus dilarikan ke sebuah rumah sakit milik Igor yang berada tak jauh dari manshion miliknya. Setelah menjalani pemeriksaan lengkap dan pengobatan juga sudah selesai dilakukan, Edzsel membawa gadis itu kembali ke mashionnya dengan memboyong seluruh peralatan dan tenaga medis yang dibutuhkan.
"Kalian pergilah." Igor mempertegas ucapan adiknya karena kedua orang itu tetap diam dan tak mau bergerak.
Tapi belum sempat mereka bergerak, sebuah ketukan ringan terdengar diluar pintu kerja Edzsel.
"Masuk." titah Edzsel lugas. Dia berjalan menuju meja kerjanya untuk mengambil sebuah bulpoin. Dalam keadaan seperti ini, jika tangannya dibiarkan kosong, maka sesuatu yang buruk bisa menghampiri orang-orang disekitarnya.
Pemandangan yang buruk juga atmosfer yang sangat dingin membuat pelayan wanita muda yang baru saja masuk mendadak menjadi sangat ketakutan. Dia pekerja baru.
"Kenapa kau disini? Bukankah kau yang kusuruh menjaga kekasihku." itu bukan pertanyaan melainkan ungkapan kekesalan.
"Mo-mohon maaf tuan. Sudah ada kepala pelayan Vinka yang menjaga nona. Sa-saya diminta untuk menyampaikan sesuatu kepada tuan."
"Apa?" Edzsel semakin menatap tajam pelayan yang tidak berbicara dengan tegas itu.
Gadis bernama Sasha itu menatap tidak nyaman kearah dua manusia berlumur darah disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Escape: Look At Me, Your Devil Angel
Mystery / Thriller"Merindukanku, sayang?" Suara itu. Senyuman iblis itu. Wajah yang tersenyum seolah tak berdosa yang pria itu tunjukkan membuat hati Renggana mendadak berubah menjadi remah roti yang siap hancur kapan saja. "Ba-bagaimana kau bisa ada disini?" "Itukah...