Part 2

228 8 0
                                    

Happy Reading

*
*

"Chandra ... ayo bangun, Nak. Kita sarapan bareng." Sang Oma memanggil Chandra seperti biasanya.

"Sebentar, Oma," balasnya hampir teriak.

Setiap pagi kalimat itu yang senantiasa terlontar manis dari mulut omanya. Perhatian kecil yang Chandra dapatkan mampu membuat hatinya menghangat, balik menghargai Sang Oma.

Tidak seperti biasa, meja makan kali ini terdengar ramai. Suara itu terdengar tidak asing, membuat Chandra mengetahui siapa yang tengah berkunjung ke rumah Oma dan Opanya.

"Ponakan Om sudah besar rupanya," sapa orang itu.

"Om Egra kapan datangnya?" tanyanya menggeser bangku di samping pamannya.

"Baru tadi pagi. Gimana sekolah kamu, lancar?" tanya Om Egra berbasa-basi.

Sebelum menjawab Chandra lebih dulu menatap Sang Opa yang ternyata tengah menatap balik ke arahnya. Remaja tanggung itu menghela napas sebelum menjawab.

"Iya gitu deh, Om," jawabnya terkesan malas membahas topik sekolahnya.

"Om antar mau? Sekalian om ke kantor, mumpung searah." Om Egra menawari Chandra tumpangan.

"Antar Chandra, Nak. Chandra katanya lagi malas bawa motor," balas Oma secepat mungkin.

Chandra mendengus menatap kesal ke arah Sang Oma, tapi tak urung menyela. Lelaki itu sedang malas berdebat ketika pamannya berada di rumah. Chandra lebih memilih mengikuti dan tak banyak menuntut. Selama ini juga, pamannya yang membiayai kebutuhan sekolahnya. Perasaan utang budi itu lebih mendominasi dibanding rasa kesalnya.

"Ayo, Om. Chandra udah kelar." ajaknya berlalu mendahului pamannya.

Sebelum Om dari Chandra itu pergi, dirinya masih sempat mendengar curahan hati Sang Oma tentang perilakunya yang sudah di luar batas. Chandra memilih diam, mencerna bagaimana suara itu terdengar putus asa dihadapan anak bungsunya.

Om Egra adalah paman Chandra dari keluarga ibunya. Anak bungsu dari kakek dan neneknya. Dua tahun lalu lelaki itu memutuskan menikah dengan pilihan hatinya, setelah melalui drama panjang yang tentu saja jengah untuk Chandra ceritakan. Jadilah sekarang Chandra hanya tinggal bertiga dengan sepasang suami istri lanjut usia itu, tanpa menghitung ART yang sesekali menginap jika diminta.

"Tunggu di mobil, ya. Om mau ambil laptop dulu di kamar," ujar Om Egra tak menunggu respon Chandra.

***

Keheningan melanda mobil yang sedang melaju sedang membelah jalanan Ibu kota. Chandra memilih diam menatap jalanan daripada harus terkubur dengan suasana secanggung ini. Remaja itu cukup tahu banyak, jika pamannya berkunjung tentu semua itu tak jauh dari panggilan Sang Oma untuk sekedar menasehati dirinya.

Rasa segan Chandra kepada Om Egra tentu dimanfaatkan baik oleh neneknya. Mau tak mau dirinya harus memendam kemarahan demi tak mendebat pamannya.

"Chandra," panggil Om Egra.

"Kenapa, Om?" tanyanya tak berniat menengok pamannya.

"Kita semua sayang sama kamu, apalagi Oma. Tolong berubah demi kami, Nak," tutur Om Egra.

"Kakak om akan sedih kalo tahu om gagal didik kamu ... Chandra," sambung Om Egra ketika berhasil membuat Chandra menegang.

"Iya, Om," balasnya terdengar terpaksa.

"Om percaya sama kamu," timpal Om Egra mengelus singkat kepala keponakannya.

Tak dapat dipungkiri perasaannya menghangat menerima perlakuan barusan. Sudah lama sekali rasanya Chandra tak diperhatikan oleh keluarganya selain Sang Oma.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang