Part 32

331 6 0
                                    

Happy Reading

*
*

Remaja tanggung itu terlihat rapi walau baskara belum menyambut. Buliran air yang menerpa dari dalam kamar mandi, tak menyurutkan langkah Chandra mendatangi Seraphina. Selepas mimpi buruk yang menerpanya dini hari tadi, Chandra tidak bisa mengendalikan perasaan kalutnya. Mimpi itu teramat nyata untuk diumpamakan sebagai bunga tidur.

Fragmen membawanya menuju satu titik penyesalan. Hampir membuat keringat sebesar biji jagung menghampiri pelipisnya. Tegukan air segelas seakan tak mampu membuatnya tenang. Napas tersengal menemani malam lelaki itu. Jelas sekali jika kegusaran memenuhi rongga hatinya.

Berbagai umpatan dan peralihan mengisap nikotin tak cukup menenangkan kekalutannya. Lelaki itu menunggu sampai pagi menjelang, menuju kediaman gadisnya. Memastikan Seraphina masih mengeluarkan karbondioksida, menyambutnya dengan semburat memerah dan senyum malu-malu.

Lelaki itu menggeleng pelan. Memposisikan dirinya di depan cermin besar. Menatap sorot matanya yang tajam nan dingin. Rasa-rasanya sorot itu mampu memecahkan cermin hanya sekali bidik.

Tangan Chandra meraih dua gelang yang disimpannya sejak lama. Senyum samar terpatri tanpa diminta. Lelaki itu memasukkannya ke dalam saku celana. Membayangkan lengan mungil itu memakainya membuat rasa hangat menjalar menuju celah-celah hatinya.

Chandra bergegas menuju kediaman Seraphina. Berharap semesta berniat memperlambat waktu kebersamaan mereka. Sampai saat ini kegamangan Chandra belum juga menemui titik terang. Perkataan Bian beberapa hari lalu masih bergejolak memenuhi pikirannya. Ditepisnya namun berakhir terpental. Begitu juga dengan ungkapan gadisnya. Seolah dua orang itu saling menyenggol mendominasi memori otaknya.

"Mau ke mana?" tanya Oma berhenti menuju dapur. Melihat Chandra turun dengan langkah lebar menuju pintu utama.

"Chandra mau ke tempat Seraphina, Oma," jawabnya sopan.

"Oma hampir lupa loh, sama pacarmu itu. Kapan-kapan bawa ke sini lagi. Bilang sama Seraphina kalau oma kangen," sahut Oma berbinar menanti ucapan Chandra.

Chandra menjawab singkat, terlampau malas mengulur waktu. "Iya, Oma. Chandra pergi dulu." pamitnya.

***

Menyembulnya baskara menjadi pertanda bahwa lelaki itu hampir sampai. Dua tangannya dipenuhi oleh beberapa bungkus makanan. Lelaki itu menyempatkan diri membeli bubur ayam dari salah satu pedagang kaki lima, dekat lapangan kompleks tempat tinggalnya.

Pintu rumah Seraphina setengah terbuka. Terlihat gadis itu tengah membersihkan debu di lantai. Tidak menyadari jika sedari tadi ada sepasang mata tajam menyorotnya dalam.

Chandra tak mengucapkan sepatah kata. Menyelonong masuk membuat Sang Empu tersentak kaget. Pantas saja Seraphina tidak mendengar deru motornya. Kedua telinga gadisnya tersumpal earphone bluetooth tanpa merek—dibelikan Chandra sewaktu mereka ke pasar malam.

"Kamu ngapain?" beonya menunjuk Chandra.

Lelaki itu memilih duduk tak menanggapi pertanyaan Seraphina. Hanya dagu Chandra bergerak maju, menyiratkan untuk Seraphina melanjutkan kegiatan tertundanya. Spontan gadis itu bergerak lincah membersihkan rumahnya.

Keberadaan Chandra pagi ini tentu bukan sesuatu mustahil. Mengingat bagaimana seringnya lelaki itu bertandang kala baskara belum menyambut. Chandra itu gambaran lelaki morning person—terlepas dari julukan pembuat onar yang didapatnya. Setahu Seraphina, modelan lelaki seperti Chandra terlampau sukar menyambut mentari pagi.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang