Happy Reading
*
*Pagi ini di kediaman Danadyaksa semua orang berkumpul di ruang tengah, termasuk Om Egra dan istrinya. Semua mengkhawatirkan kondisi Chanda yang terlihat lemah tanpa tenaga. Gadis itu memaksa menonton televisi di ruang keluarga. Sepertinya rindu dengan keramaian keluarga.
"Makan lagi," pinta Chandra menyuapi kembarannya.
Chandra menghela napas mencari sisa stok kesabaran. Sedari tadi Chanda terus menolak suapan demi suapan yang dirinya sodorkan. Hanya satu suapan yang berhasil masuk. Itu juga karena berhasil mengelabui adiknya.
Anggota keluarga lain, tidak ada yang bersuara. Fokus keluarga itu terambil alih oleh kelakuan Chandra dan Chanda. Tersenyum haru melihat keakuran mereka. Permata hati Melodi yang akan terus membekas.
"Chanda mau peluk, Ayah," ucapnya berlari ke sofa seberang.
"Manja banget," cibir Chandra mendapat geraman dari Om Egra. Sontak saja membuatnya mengangkat dua jari membentuk simbol damai.
Saat atensi semua orang beralih kepada kembarannya. Chandra justru mengingat Seraphina. Membayangkan kebersamaan mereka akan berakhir setelah perayaan kelulusan. Antasena yang sedari tadi memanggil luput dari pendengaran Chandra.
"Terlalu fokus!" batinnya menyadarkan.
"Abang!!" sentak Chanda dengan suara seraknya. Lelaki itu tampak seperti orang linglung. Menggaruk kepalanya untuk menghilangkan rasa tengsin.
"Lagi pikirin apa?" tanya Om Egra yang memang duduk di samping kiri Chandra.
"Abang pasti lagi mikirin Kak Sera 'kan?" tanya Chanda membuat semua orang memperhatikan raut wajah Chandra.
"Enak aja. Enggak," elaknya mempertahankan wajah dingin itu.
"Kamu kok nyolot. Kalau benar juga enggak apa-apa," timpal Antasena mengelus lembut surai putrinya.
Remaja tanggung itu menggerutu. Hampir bangkit ketika mendengar larangan Antasena. Membuat Chandra kembali duduk. Memasang wajah sedatar mungkin. Kesal juga karena menjadi bahan olokan.
"Abang tukang ngambek," cibir gadis itu mendapat pelototan dari Chandra.
"Chanda diam dulu, ya. Ayahnya mau bicara tuh," tegur Oma teramat lembut kepada cucu perempuannya.
Pria itu menatap bergantian kedua anaknya. Berharap keputusannya akan diterima, terutama oleh ciplakan dirinya—Chandra.
"Ayah akan kuliahkan kalian berdua di Jogja. Di kampus ayah sama ibu," jelas Antasena.
Chandra diam, terkejut dengan perkataan ayahnya. Cukup tidak terima dengan keputusan sepihak itu. Merasa tidak siap harus meninggalkan kenangannya di Jakarta. Terlebih harus berjauhan dengan gadisnya.
"Eh?" Logikanya mengambil alih.
"Chanda setuju Ayah." Raut bahagia gadis itu membuat Antasena mengulum senyum bahagia. "Abang juga pasti setuju 'kan?" tanya Chanda.
"Chandra butuh waktu buat mikir," celetuknya mendapat tatapan tidak terima dari Chanda.
Perempuan itu tidak ingin berpisah dengan kembarannya. Sudah cukup rasanya harus menahan rindu ketika mereka terpaksa diberi jarak. Sekarang Chanda tidak akan melepaskan Chandra. Gadis itu membutuhkan sosok Chandra, lebih dari apa pun.
"Abang harus mau. Chanda ndak mau pisah lagi. Chanda mau sama Abang. Kita tinggal bertiga sama Ayah," tutur Chanda tidak ingin terbantah.
"Benar apa kata Chanda, Nak. Sudah cukup kalian berpisah sejak lama. Sekarang saatnya kalian berkumpul." Oma ikut serta bersuara.

KAMU SEDANG MEMBACA
L O S T (End)
Teen FictionChandra berbeda dari remaja kebanyakan. Lelaki itu memilih menghabiskan waktunya dengan melakukan pelanggaran. Tak peduli sebanyak apa buku tata tertib itu tercoret tinta berwarna merah. Nyatanya bagi Chandra kehidupannya lebih pekat dari tinta mera...