Penghujung Kisah

259 7 2
                                    

Happy Reading

*
*

Lambaian gorden menyisakan tirai tipis dari kaca jendela besar. Menghalau seperempat sinar baskara menyelusup masuk. Menambah kadar cahaya dari lampu kamar yang tidak pernah redup dari awal kedua insan itu memasuki kamar hotel.

Kening Chandra mengernyit merasakan pusing menderanya pagi ini. Lelaki itu memijat pangkal hidung dengan mata menyipit. Mengedarkan pandangan melihat ruangan yang terasa asing dengan suasana kamarnya.

Kesadarannya terkurung penuh begitu menyadari ada punggung ringkih seorang gadis di sisi tempat tidur. Jantung Chandra memompa cepat berusaha mengingat kilasan yang tak kunjung menempati memori otaknya. Tangan lelaki itu terulur menyibak selimut. Betapa tersentaknya Chandra melihat tubuh mereka tak mengenakan sehelai benang pun.

Di tengah kekalutannya Chanda memakai asal celana yang tergeletak di sudut ranjang. Kemejanya terkancing tak beraturan. Tangan lelaki itu bergetar merasa dihantam sesuatu besar dan berat. Hampir membuatnya lumpuh jika tidak menggeleng mencari setitik ketenangan.

Langkahnya menuju ke sisi ranjang melihat gadis itu. Besar kemungkinan tubuh molek yang tengah berbaring serupa janin adalah Seraphina—kekasihnya. Gigi Chandra bergemeletuk teramat kesal—entah kepada siapa—ingin melampiaskan amarah yang menggerogoti.

Terlihat dalam tidur lelahnya Seraphina menggeliat mencari kenyamanan. Wajah gadis itu—telah menjadi wanita—terlihat berkerut samar. Ringisan terdengar memenuhi pendengaran Chandra. Samar-samar Seraphina mendapatkan kesadarannya.

Bertambah kernyitan di kening Seraphina ketika netranya melihat penampakan Chandra. Menjulang tinggi bagai malaikat pencabut nyawa. Tak ada senyum samar yang lelaki itu tunjukkan. Terlebih saat Chandra menyugar rambutnya. Terdengar erangan penyesalan melewati bibir lelaki itu.

"Chandra ...," lirih Seraphina. Meringis ketika kakinya digerakkan. Selangkangannya tampak menunjukkan luka menganga.

Lelaki itu menatap getir Seraphina. Memungut pakaian gadisnya yang berceceran. Chandra meringis melihat penutup bagian atas perempuan itu terkoyak—sudah pasti ulahnya—lusuh tak layak digunakan.

"Pakai," titah Chandra mendominasi.

"Hah?" bingung perempuan itu.

"Ini pakaian kamu. Buruan pakai," sahut Chandra menyodorkan pakaian itu.

Kejadian malam tadi menghantam Seraphina. Kilasan pergumulan mereka terangkum begitu cepat. Menghadirkan semburat merah diselingi tangis tanpa suara. Perempuan itu baru merasa sesak menerpa rongga hatinya. Penyesalan kian terpatri bersamaan dengan cengkraman di selimut putih gading.

Seraphina tergagu dengan otak sulit mencerna. Terasa buntu ketika netranya melirik Chandra penuh permohonan. Hawa di kamar hotel membuat kesenyapan kian membelenggu. Tatapan Chandra tidak lagi sehangat biasanya. Mata tajam lelaki itu seakan mengiris sudut hatinya bagai belati.

"Ki—kita habis ...," suara Seraphina tercekat tak mampu dikeluarkan. Seakan ada bongkahan batu besar menghambat kerongkongannya. Terganti tangis kepiluan memekakkan telinga.

"Pakai baju kamu, Sera. Aku tunggu di sofa," titah Chandra berlalu meninggalkan gadis itu menuju sofa panjang depan televisi.

Bersusah payah Seraphina memakai pakaiannya. Tangannya gemetar memakai gaun dari balik selimut. Rasa nyeri sisa semalam masih bersemayam. Semakin menambah kadar kesakitan Seraphina. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya. Berakhir rasa amis memasuki rongga mulutnya. Cairan kental berwarna merah itu menetes mengotori selimut.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang