Part 5

494 19 0
                                    

Happy Reading

*
*

Setelah memarkirkan motornya, Chandra tidak langsung menuju kelas. Lelaki itu bersandar pada salah satu tiang tempat parkir. Matanya menelisik setiap siswa yang lewat, sesekali berganti posisi saat rasa pegal menjalar pada bahu kirinya.

Notifikasi menghentikan aktivitasnya. Dilihatnya SMS Banking dari salah satu bank swasta membuat senyumnya mengembang. Sesuai janjinya, Om Egra yang bekerja sebagai konsultan hukum—Senior Associate—di salah satu law firm telah mengirimkan Chandra nominal uang yang terbilang banyak untuk remaja seusianya. Uang pamannya tidak akan habis karena banyak aset properti yang telah Om Egra jalankan sejak lima tahun lalu, salah satunya perumahan, kontrakan hingga kos-kosan.

Jika banyaknya uang yang Chandra terima bisa membuat dirinya menerima pelukan ibunya lagi, mungkin sedari dulu remaja itu sudah menukarnya. Rasanya kekayaan yang keluarga ibunya berikan tak jua membuatnya merasa hidup.

"Sera," panggilnya begitu melihat Serapahina melangkah tergesa.

"Eh—hai. Gue ke kelas dulu, ya."

Seraphina balik menyapanya dan berniat menuju kelas. Tapi dirinya berhasil memegang lengan gadis itu.

"Gue anterin," pangkasnya menarik Seraphina mengikuti langkahnya.

"Enggak usah. Gue udah biasa sendiri, kok." Gadis itu menolak secara halus. Berusaha tidak melakukan kontak fisik.

"Gue enggak nanya lo," sinis Chandra.

Gadis itu memilih diam tak berniat menyanggah perkataan Chandra. Otaknya selalu mewanti-wanti untuk menjaga jarak dengan lelaki itu. Tapi entah mengapa setelah perkenalan pertama mereka, Chandra tak membiarkan dirinya bernapas tenang. Belum lagi debaran jantungnya kembali menggila jika berdekatan dengan Chandra.

"Lusa jadi 'kan?" tanyanya sempat melirik jam elektronik miliknya.

Chandra memilih bersuara ketika keheningan menerpa mereka. Tangannya juga senantiasa menarik lengan Seraphina. Tidak memedulikan beberapa pasang mata yang mencuri pandang ke arah mereka.

"Apa?" tanya Seraphina sepelan mungkin.

"Malam mingguan. Jangan lupa sharelock, nanti gue jemput."

Lelaki itu menyodorkan ponselnya ketika mereka sampai di depan kelas Seraphina. Sementara perempuan itu menatap ragu ponsel mahal milik Chandra. Lelaki itu sampai harus menaruh paksa ponselnya di tangan kusam Seraphina.

"Cepat. Lo enggak mau telat masuk pelajaran 'kan?"

Seraphina mengalah memilih tak mendebat lawan bicaranya. Beberapa kali jemarinya bergerak ragu tapi langsung diketiknya cepat ketika mendengar dengusan Chandra.

"Gue pergi dulu," pamitnya berbalik menuju lantai satu.

***

Sejak tadi Seraphina dilanda gelisah. Beberapa kali dirinya mendapat teguran karena kedapatan melamun. Gadis itu seperti ingin memaki Chandra karena semenjak mereka saling mengenal, hatinya selalu saja berdetak tak semestinya.

"Bisa gila gue kalo kayak gini terus," kesalnya menghentak kaki.

Untung saja kondisi kelas sedang kosong sehingga dirinya tak akan menjadi pusat perhatian. Perempuan berkacamata itu memilih tak meninggalkan kelas. Tujuannya tentu saja demi menghindari Chandra—Sang Pembuat Onar.

Saking fokus dengan dunianya, Seraphina sampai tidak menyadari jika sedari tadi telah diperhatikan oleh lelaki jangkung yang berdiri di pintu masuk dengan bersandar pada kusen pintu.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang