Part 3

211 5 0
                                    

Happy Reading

*
*

Malam ini Chandra kembali berkumpul di bangunan tua sudut kota. Asap rokok tak berhenti keluar dari bibir lelaki itu. Hawa dingin menambah jumlah rokok yang Chandra habiskan.

"Lo serius sama dia?" tanya Bian masih tak habis pikir dengan jalan pikiran Chandra.

Sedari tadi mulut Bian sudah berbusa mengeluarkan nasehat demi nasehat yang di dapatnya dari berbagai sosial media. Bian tak ingin Chandra menyesali perbuatannya karena menargetkan seorang perempuan tak berdaya, terlebih masalah hidup perempuan itu sudah pelik.

"Gue curiga ... lo beneran suka 'kan, sama Si Cupu?" tanyanya tak menjawab pertanyaan Bian.

"Gila lo. Gue enggak tega aja, Dra. Saran gue cari orang lain aja, deh." Usulan Bian terdengar walaupun tak memberi solusi lebih baik.

"Siapa?" tanya Chandra terdengar mengejek.

"Mana gue tau," kesal Bian.

Jawaban Bian semakin membuat Chandra merasa tertantang untuk menjebak temannya. Chandra ingin membenarkan ucapan Bian, bahwa lelaki itu tidak mengenal Seraphina atau ada hal lain yang disembunyikan. Terlebih untuk pertama kali, Bian melarangnya bersenang-senang.

"Taruhan mau, enggak?" pancing Chandra membuat Bian terbelalak. Pikiran Chandra sepertinya harus segera dibersihkan.

"Lo kenapa, sih! Jangan main-main, Dra!" kesalnya menatap jengah ke arah Chandra.

"Kalo lo menang, gue enggak bakal gangguin calon pacar lo itu. Tapi sebaliknya kalo gue menang, lo cukup nikmatin apa yang bakal gue lakuin." Chandra menyodorkan tangan kanannya.

"Enggak waras emang," cibir Bian.

"Lo atau gue yang tentuin? Billiard, karate, up to you." Chandra menunjuk ke arah permainan. "Jangan jadi pengecut, Bian." Tepuknya pada pundak Bian yang diam membisu.

Chandra tahu sekali membuat lawan bicaranya kehilangan kata. Bian yang mendengar kata itu menatap tajam Chandra dengan napas memburu. Laki-laki dan harga dirinya memang satu paket yang tidak dapat dipisahkan.

"Enggak dua-duanya," tolak Bian. Dua permainan itu adalah kelihaian Chandra. Dirinya tidak ingin dijadikan bahan ejekan seperti kejadian beberapa minggu lalu. Dimana dengan angkuhnya Bian mengajak Chandra bermain billiard. Hanya sekali cue menyentuh cue ball, semua bola habis tidak tersisa.

"Sial," batinnya meringis.

"Lo lihat itu? Kita main itu," tunjuknya pada papan catur. Setidaknya beberapa kali Chandra pernah dirinya kalahkan. Permainan potensial yang akan memenangkan dirinya.

Chandra menahan tawa, "serius?"

"Lo takut?" tantang Bian. Keadaan berbalik membuat Bian menggemakan tawa.

"Kuatin strategi lo demi lindungin Si Cupu," bisik Chandra memposisikan diri.

Bian mengatur papan catur, diambilnya bidak catur berwarna putih. Menganggap bahwa warna tersebut lebih cocok untuk dirinya yang membela gadis miskin itu. Aura gelap sangat cocok untuk Chandra, neraka nyata untuk seorang Seraphina.

Permainan dimulai ketika Bian menjalankan pionnya. Chandra mengikuti arah pergerakan Bian. Sang Empu berdecak kesal, sedang lawannya menampilkan seringai. Masing-masing dari mereka memikirkan strategi ampuh yang dapat mengalahkan satu sama lain.

Bian bersorak kala berhasil memakan bidak benteng Chandra. Terlampau jumawa hingga sulit mengatur fokusnya kembali. Saat itulah Chandra bergerak mulus hingga mematahkan benteng pertahanan Bian. Berakhir kekalahan harus dicecap Bian hingga rasa malu menyelimutinya, karena permainan mereka menjadi tontonan anak-anak basecamp.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang