Part 35

190 2 0
                                    

Happy Reading

*
*

Kedatangan mereka disambut gemerlap ballroom hotel. Entah berapa biaya yang sekolah keluarkan untuk merayakan prom night angkatan mereka. Sedari tadi bibir Seraphina terperangah dengan mata membelalak. Teramat bersyukur bisa bergumul dengan remaja kalangan atas—terlepas dari susah payahnya mempertahankan beasiswa—walau selama tiga tahun menempuh pendidikan, dirinya kerap kali dikucilkan.

"Wow couple abad ini udah datang rupanya," sapa Bian setengah berteriak.

Chandra memutar bola matanya ketika Bian mengangkat kunci mobil. Memberi tatapan mengejek untuk Seraphina. Bergantian menghadiahi Chandra seringai simpul. Ingin rasanya Chandra melemparkan gelas bening berisi soda ke wajah congkak Bian.

"Cewek lo bisa cantik juga," puji Bian menelisik Seraphina.

"Bacot," kesal Chandra.

Seraphina mengeratkan gamitannya. Menghadirkan rasa dingin dari tangan Chandra bersatu dengan jemari hangatnya. Melihat Bian berdiri angkuh di depan mereka, menciptakan gentar tersendiri. Bian itu, serupa bunglon dengan mulut seperti naga—menyembur tanpa ampun, menghanguskan lawan bicaranya.

"Tenang, lo masih ada Chandra," batinnya menenangkan.

Lelaki itu melepas gamitan tangan mereka. Menelusupkan tangannya ke pinggang ringkih Seraphina. Menghilangkan jarak antara sisi tubuh mereka yang kian merapat bagai perangko tersiram perekat. Tatapan Chandra jatuh kepada Bian. Mengisyaratkan untuk menutup mulutnya.

Tunjuk Bian ke arah sudut ballroom. "Ikutin gue. Tempat kita di sana." Lelaki itu memang menyiapkan diri menyambut kedatangan Chandra dan kacungnya—panggilan baru Bian untuk Seraphina.

Hanya ada tiga kursi di meja bundar dihiasi kain satin berwarna putih gading. Seolah tempat itu dikhususkan untuk mereka. Padahal Bian sengaja meminta pelayan untuk menghilangkan satu kursi. Jika Chandra tidak mengenal Seraphina, mungkin hanya akan ada dua kursi di meja bundar itu.

"Cewek jadi-jadian lo ke mana?" ejek Chandra setelah menarik kursi untuk Seraphina.

"Bingung mau pilih yang mana." Terdengar nada geli dari ucapan Bian. Diiringi tawa keduanya dengan Seraphina hanya diam mendengarkan.

Remaja tanggung itu melirik arah pandang Seraphina. Ballroom ini telah disulap menjadi tempat pamer nomor wahid untuk angkatan mereka. Lihat saja manusia angkuh yang bertandang masuk. Mereka bak patung menggemparkan mata setelah ribuan tahun terpahat.

Dari arah pintu masuk, semua yang datang harus melewati red carpet sepanjang belasan meter. Terdapat dua kubu dengan meja dan kursi yang diatur sedemikian rupa. Dari arah depan terlihat layar besar memenuhi dinding utara. Menampilkan dokumentasi angkatan mereka yang silih berganti.

Begitu terpaku melihat netra sayu Seraphina sampai kepekaan Chandra dengan sekitar tersedot habis. Melupakan Bian yang tengah menyeringai licik. Menatap minuman berwarna dengan bubuk putih yang kian menyatu. Menyodorkannya pada Sang Pejantan yang menjadi targetnya sedari tadi.

Sungguh tidak ada rasa dendam di pelupuk hatinya. Bian hanya merasa perlu menjembatangi Chandra untuk mendapat kepuasan di malam terakhir pencarian jati diri di masa sekolah. Menurutnya kelemahan Chandra salah tempat jika orang itu Seraphina—Si Gadis Cupu. Perempuan itu tidak berharga sehingga mampu meredupkan ego Chandra. Kesempatan emas tentu tak datang dua kali. Maksud Bian baik, walau dengan cara yang salah.

"Minum, Dra," panggil Bian mengalihkan atensi Chandra.

Bian mengatur ekspresi senatural mungkin. Mengangkat gelas bening menuju ke tengah meja. Bunyi berdenting terdengar ketika gelas Bian dan Chandra beradu. Seraphina kehilangan tatapan memujanya begitu kepalanya menengok—melirik—sudut mata Bian terkesan dipenuhi ejekan. Dengan sedikit keberanian, Seraphina memutar bola matanya, membuat Biat membeliak tak percaya.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang