Part 9

93 3 0
                                    

Happy Reading

*
*

Tiga hari sudah Seraphina absen, baik di sekolah ataupun tempat kerjanya. Perempuan itu dilanda demam karena beberapa hari lalu nekat pulang dini hari. Hawa dingin berhasil membuat imunitas tubuhnya melemah. Alhasil Seraphina harus merasa menggigil di sekujur tubuhnya.

"Seandainya aja waktu itu gue bawa jaket," gumamnya mengeratkan selimut.

Perempuan itu meringis memikirkan kondisi kedua adiknya. Tidak ada yang mengurus mereka selama dirinya sakit. Bahkan untuk bangkit saja, persendiannya terasa nyeri. Untuk makan, gadis itu—merogoh koceh lebih dalam lagi—harus memesan makanan lewat aplikasi.

Seraphina tidak mungkin menyuruh kedua adiknya yang masih duduk di bangku SD memegang peralatan masak. Jangan sampai sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Hidupnya sudah cukup tersiksa dengan kondisi ekonominya sekarang.

Dari penglihatannya, Seraphina menangkap kedua adiknya sedang belajar di ruang tamu. Seketika matanya berkaca-kaca melihat bagaimana kedua adiknya nampak ceria dan bersenda gurau. Tentu saja mereka belum mengerti tentang sulitnya mengais materi.

Pintu rumahnya diketuk beberapa kali membuat gadis itu bertanya-tanya siapa gerangan yang datang bertamu. Salah satu dari adiknya berjalan membuka pintu. Seraphina tak mampu mendengar suara mereka atau mungkin tidak ada yang memulai percakapan.

Seraphina memaksakan bangun, namun rasa nyeri di sekujur tubuhnya kian terasa. Gadis itu meringis, mengeratkan selimut sebelum hawa dingin kembali menusuk kulitnya.

"Sera," panggil orang itu membuat Seraphina menatapnya terkejut.

"Lo ..." Lidahnya kelu tak mampu melanjutkan kata.

Chandra masuk tanpa dipersilahkan. Sebelum duduk lelaki itu menelisik setiap sudut kamarnya. Segaris senyum terpatri di wajah dingin itu, begitu melihat benda privasi Seraphina.

"Jangan dilihat!"

Seraphina histeris menggerakkan tangannya berharap mampu menghalau penglihatan Chandra. Kedua pipi kusam—tampak pucat—semakin memerah tidak mampu terbendung. Sial.

"O—oke. Lo suka warna ungu?" ejek Chandra setelah duduk di samping kasurnya.

"Ih ..., Chandra. Pulang lo." Seraphina merengek dengan suara parau.

Remaja tanggung itu tertawa mendengar rengekan Seraphina yang hampir kehilangan suara. Perempuan itu bahkan menyempatkan memukul tangannya.

"Lo sakit apa?" tanya Chandra.

"Gue demam," jawabnya sesekali menggertakkan gigi pertanda menggigil.

Chandra menyentuh kening Seraphina. Lelaki itu tersentak merasakan panas di sekujur tubuh gadis itu. Panas yang benar-benar panas. Langsung saja dikompresnya dahi Seraphina setelah memeras handuk kecil dari dalam baskom.

"Kenapa bisa sakit?" tanya Chandra

"Gue pulang malam. Mana enggak bawa jaket lagi," keluhnya.

Lelaki itu berdecak kesal. Entah kesal kepada dirinya tidak memperhatikan gadis itu atau karena hampir melepaskan targetnya secara cuma-cuma.

"Gue antar ke Rumah Sakit."

"Enggak usah. Besok pasti udah sembuh."

Gadis itu menolak. Tabungannya bahkan sudah menipis untuk sekedar makan. Bagaimana mungkin Chandra mengajaknya ke Rumah Sakit yang pasti membutuhkan banyak biaya.

"Yaudah, gue panggilin dokter ke sini," balas Chandra mencari nomer telpon dokter ke luarganya.

"Enggak usah!"

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang