Part 34

92 3 0
                                    

Happy Reading

*
*

Nyanyian musik lawas mengalum merdu dari dalam mobil. Setengah perjalanan berhasil kedua insan itu lalui, tapi tak satu pun yang unjuk suara. Hanya ekor mata mereka yang kerap kali bersinggungan. Menghadirkan nuansa canggung terkhusus untuk gadis mungil di samping kemudi.

Silau baskara sudah seperdua memancarkan silaunya. Tak juga menciptakan sisi kehangatan mereka. Seolah betah berlama-lama dalam kecanggungan. Pikiran keduanya melanglang buana menghalau kesenyapan.

Tangan Seraphina mengusap pelan lengan bawahnya. Disaat seperti ini jiwa kampungannya merapat bagai perangko. Gadis itu merasakan dingin dari embusan air conditioner mobil.

Chandra yang memiliki tingkat kepekaan tinggi, melirik sekilas gadisnya. Satu tangannya memutar tombol, menurunkan suhu AC. Saking gemasnya Chandra sampai tidak sadar tangannya bergerak mengacak pelan rambut Seraphina.

Gadis itu tersentak, tidak menyangka Chandra lebih dulu menegurnya—walaupun lewat tindakan. Perkiraannya lelaki itu masih marah karena semalam langsung mematikan panggilan, akibat dirinya melanggar perintah untuk tidak memakan mie instan.

"Di belakang ada jaket aku. Pakai kalo kamu masih dingin," sahutnya melirik spion depan dengan dagu terangkat. Mengkode Seraphina mengikuti arah pandangnya.

"Udah enggak, kok," balasnya menunduk malu.

Selebihnya tak ada pembicaraan sampai mobil Chandra terparkir indah di basement pusat perbelanjaan. Pandangan lelaki itu menajam ketika Seraphina hendak membuka pintu samping kemudi. Gadis itu menunduk takut, memilin ujung pakaiannya membentuk pola abstrak.

Siang ini tolong biarkan Chandra berlaku romantis untuk kekasihnya sebelum jarak berdiri di tengah mereka. Lelaki itu membuka pintu samping kemudi. Mengulurkan tangan di depan Seraphina yang telah tersipu malu.

Tidak hanya itu, sepanjang memasuki kawasan mall. Tangan Chandra tidak berpindah dari pinggang ringkih gadisnya. Serupa memberitahu semua orang bahwa remaja perempuan yang berdiri di sampingnya adalah belahan jiwa—sekaligus Sang Pelipur Lara.

"Chandra, kamu belum jawab pertanyaan aku," bisik Seraphina melirik sekitar.

Kening lelaki itu terangkat pertanda bingung. "Apa?" tanyanya melirik Seraphina sekilas.

"Kita ngapain ke sini?"

"Beli baju buat kamu. Kamu enggak lupa 'kan, sebentar malam acara apa?" tanya Chandra.

"Astaga, prom night angkatan kita," pekik Seraphina mengundang tatapan bingung pengunjung yang lewat.

"Dasar P3," cibir Chandra melepas rengkuhannya.

"P3?" Gadis itu membeo mengikuti kata terakhir Chandra.

"Pintar-pintar pelupa," bisiknya mendahului Seraphina memasuki store busana perempuan. Tidak peduli dengan wajah masam yang gadis itu tunjukkan.

Seraphina mempercepat langkahnya mengikuti pergerakan Chandra. Netranya menatap kagum puluhan baju yang terpajang indah di manekin. Meneguk ludah ketika tak sengaja membaca nominal harganya.

Terlihat Chandra tengah sibuk berbicara dengan pegawai—tidak mirip pegawai karena dandanan perempuan itu terlalu elok dibanding dirinya. Seraphina memilih duduk di salah satu sofa tanpa sandaran sembari menunggu Chandra.

Terlalu asyik menunggu sampai tidak sadar jika Chandra meraih tangannya. Menyuruh Seraphina mengikuti pegawai tadi. Belum hilang raut kebingungan Seraphina, lelaki itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, mengartikan bahwa Chandra tidak ingin disanggah.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang