Part 19

94 2 0
                                    

Happy Reading

*
*

Intensitas pertemuan sepasang kekasih itu menurun drastis menghadapi ujian kelulusan. Chandra mengikuti bimbingan belajar, paksaan dari Om Egra. Lelaki itu bahkan sampai diberi ancaman pengurangan jatah uang bulanan jika terus menolak. Sementara Seraphina, gadis itu mati-matian belajar mempersiapkan hasil terbaik.

Tadinya Om Egra menyarankan untuk Seraphina mengikuti bimbel bersama Chandra. Mengenai biaya akan sepenuhnya Om Egra tanggung. Tapi gadis itu menolak, takut jika dirinya terkesan memanfaatkan kebaikan keluarga Chandra. Sepasang kekasih itu bahkan berdebat karena penolakan Seraphina.

"Terima aja kenapa, sih," kesal Chandra sewaktu mereka sampai di rumah Seraphina.

"Aku enggak mau, Chan. Tolong ngertiin posisi aku," pintanya dengan mata berkaca-kaca.

"Kamu dengar sendiri 'kan kalau Om Egra yang tanggung semuanya. Enggak usah pikirin masalah biaya.

"Itu masalahnya. Aku enggak mau dibilang manfaatin kebaikan keluarga kamu."

"Siapa yang bilang gitu. Nanti aku datangin."

"Aku enggak mau. Sekali ini aja aku mohon tolong dengerin aku. Please ...," pintanya teramat sangat.

Seraphina menggenggam tangan Chandra. Berharap remasan tangannya mampu melunakkan amarah Chandra. Sungguh jika rasa malunya tidak mendominasi, Seraphina pasti langsung mengiyakan tawaran Om Egra.

"Terserah lo. Gue balik," pamit Chandra tak kuasa menatap netra Seraphina.

"Maafin aku," lirihnya. "Kamu hati-hati. Jangan ngebut." Bersamaan dengan air matanya meluruh.

Sekelebat percakapan mereka terekam indah pada hippocampus Seraphina. Kurang lebih beberapa minggu lalu mereka berdebat masalah bimbingan belajar. Tapi sekarang adalah hari di mana ujian berakhir, sebelum mereka bersantai mempersiapkan hari kelulusan.

Matanya menatap sekeliling kantin, mencari sosok lelaki yang beberapa bulan ini menghiasi hatinya. Gadis itu memilih kursi paling pojok—sengaja menghindari kerumunan siswa—menunggu Chandra yang mungkin sebentar lagi akan datang. Ketika diperjalanan menuju sekolah tadi, Chandra menyuruh Seraphina makan bersama.

Keduanya memang sudah jarang makan di kantin sewaktu persiapan ujian. Intensitas pertemuan mereka hanya ketika lelaki itu mengantar jemput Seraphina. Awalnya gadis itu menolak, tapi setelah mendengar nada ketus Chandra. Mau tidak mau, Seraphina menangguk setuju.

Pundaknya ditepuk pelan, sontak gadis itu menoleh. Raut wajah yang semula kaget terganti dengan senyum malu-malu. Tidak bertahan lama, ketika matanya menatap Bian yang lebih dulu duduk di hadapannya.

"Kenapa? Enggak suka?" ejek Bian dengan wajah penuh kejahilan.

Seraphina tidak menimpali, memilih menatap Chandra yang sudah duduk di sampingnya. Apalagi mengingat perkataan Chandra tempo hari, lebih baik mengalah dan membiarkan Bian bertindak sesukanya.

"Tidak adil bukan?" batinnya mencari pembelaan.

"Kamu belum pesan makan?" tanya Chandra melirik meja yang masih kosong.

"Aku tungguin kamu," jawabnya tersipu malu.

"Yan, mie ayam dua. Satu enggak pake seledri."

Seraphina berbinar menatap Chandra yang masih mengingat seleranya ketika memesan mie ayam. Ribuan kupu-kupu berhasil meloloskan diri dari perutnya. Menerima segala bentuk perhatian Chandra. Beberapa bulan mereka bersama tapi perhatian Chandra tidak berkurang, justru sebaliknya.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang