Part 4

144 5 0
                                    

Happy Reading

*
*

Seraphina bergegas memasukkan bukunya ke dalam tas. Berharap pergerakan cepatnya mampu menghindari Chandra. Selama pelajaran terakhir berlangsung, matanya beberapa kali melirik pintu kelas yang tertutup. Helaan napas lega terdengar ketika tidak menemukan Chandra yang berdiri menunggunya.

Dirinya beranggapan jika Chandra pasti hanya membual. Maklum lelaki dan omongannya tak sepenuhnya bisa dipercaya. Baru beberapa langkah menjauhi kelas tapi tangannya ditarik seseorang, membuat Seraphina berbalik.

"Chandra?" Seraphina tak mampu menyembunyikan keterkejutannya.

"Lo tambah jelek kalo lagi mangap," cibir Chandra menyadarkan Seraphina.

Telinga perempuan itu bahkan sampai memerah menahan malu. Seraphina memaki Chandra dalam hati karena sudah membuatnya malu. Gadis itu bahkan selalu menyadarkan diri dengan penampakan fisiknya. Perkataan Chandra barusan kembali membuat Seraphina jatuh menunduk semakin dalam.

"Buruan." Karena tak mendapat respon dari perempuan itu, Chandra memilih menarik paksa Seraphina.

Tentu dengan tenaga yang tidak sebanding, Chandra berhasil membawa Seraphina sampai ke parkiran. Beberapa dari siswa melirik mereka penasaran. Chandra berdecih menyadari dirinya kembali jadi sorotan. Langsung saja disodorkannya helm yang baru dibelinya kemarin.

"Naik, Sera," ajaknya menepuk pelan lengan gadis itu.

"Ehiya," kikuknya menaiki motor vespa matic berwarna pastel itu.

Seraphina duduk dengan debaran yang kian menggila. Beberapa kali dirinya mengeluarkan suara ketika Chandra bertanya jalan mana yang akan mereka lalui. Selebihnya perjalanan panjang mereka hanya diisi keheningan.

Chandra mencuri pandang ke arah Seraphina dari kaca spion. Dilihatnya wajah gadis itu tampak biasa saja. Remaja tanggung itu berdecak menyadari sedikit empatinya untuk Seraphina.

"Di sini?" tanya Chandra ketika motornya berhenti tepat di depan toko buku tua.

"Iya. Gue kerja di sini," jawab Seraphina.

"Gue boleh masuk?"

Tiga kata itu meluncur indah dari bibir berbau nikotinnya. Chandra merasa tertarik ingin melihat Seraphina bekerja.

"Boleh, bukan punya gue juga. Lo mau beli buku apa?" tutur Seraphina sok akrab.

"Harus banget lo tau?"

Chandra mendahului Seraphina memasuki toko buku tua itu. Sedangkan gadis itu sudah merutuki dirinya. Sifat Chandra memang susah ditebak, terkadang perhatian dan pada detik berikutnya sifat lelaki itu kembali dingin tak tersentuh.

Remaja tanggung itu memilih membantu Seraphina membereskan buku-buku yang berantakan. Tadi ada beberapa anak sekolah seusia mereka yang membaca buku—di sekitar rak tempatnya membereskan sekarang—tanpa niatan membeli.

"Lo udah lama kerja di sini?" tanya Chandra tak mengalihkan pandangannya dari buku yang disusunnya.

"Lumayan ... mungkin hampir dua tahun."

Chandra berdecak kagum tak mampu disembunyikan. Refleks tangannya mengusap kelapa Seraphina tanpa ingin tahu efeknya untuk gadis di depannya. Seraphina membeku merasakan gejolak aneh pada perutnya. Rasanya seperti sesuatu mengaduk perutnya, menciptakan rasa mual untuk segera dimuntahkan.

Pipi kuning langsat itu memerah, membuatnya menunduk dalam. Chandra yang memperhatikan bagaimana perempuan itu tersipu malu, kembali melanjutkan usapan lembutnya. Tidak hanya di rambut, Chandra bahkan dengan sengaja mengelus lengan Seraphina yang tertutup seragam.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang