Part 10

114 3 0
                                    

Happy Reading

*
*

Sungguh merupakan suatu keajaiban ketika Chandra dan Bian lebih memilih menerima pelajaran dibanding berkumpul di ruangan pengap itu. Semua guru yang masuk menatap mereka tak percaya.

Teman-teman sekelasnya beberapa kali tertangkap basah mencuri pandang ke arah mereka. Jika Bian yang ditatap, lelaki itu akan memberi senyuman jahil. Lain halnya dengan Chandra, balik menatap mereka tajam. Dua keperibadian dalam satu kenakalan.

Pada istirahat kedua, Chandra dan Bian memilih duduk santai di kantin. Mereka baru bisa makan dengan tenang, setelah pada istirahat pertama tadi mencatat beberapa tugas tambahan. Kata gurunya sebagai pengganti ketertinggalan tugas.

Awalnya Bian menolak. Merasa cukup dengan menyetor wajah sesekali tanpa mau repot mengerjakan tugas tambahan. Tapi entah angin dari mana, Chandra memaksanya. Lelaki itu bahkan hampir melayangkan pukulan, jika Bian tidak menurutinya.

Pikir Chandra, karena mereka sebentar lagi akan meninggalkan masa SMA. Setidaknya uang SPP yang setiap bulan mereka keluarkan, tidak terbuang percuma. Walau selama dua tahun juga sudah terbuang percuma.

"Gue perhatiin lo udah rajin belajar. Iya, enggak sih, Bro?" Seringai jahil terpatri di wajah Bian.

"Perasaan lo aja," elak Chandra memilih menyedot minumannya.

"Perasaan gue atau perasaan lo ke Si Cupu."

Bian tergelak melihat ekspresi Chandra. Lelaki itu hampir melempar sedotannya ke arah Bian. Untung saja Bian langsung menahannya. Tawa itu terdengar menganggu di telinga Chandra.

Remaja tanggung itu masih mengelak jika semua dikaitkan karena masuknya Seraphina dikehidupannya.

"Anyway, Si Cupu ke mana? Beberapa hari ini gue enggak lihat dia," tanya Bian setelah tawanya mereda.

"Sakit." jawab Chandra dengan singkat, padat dan jelas.

Keduanya kembali menikmati makan siang mereka. Chandra memilih nasi goreng karena tadi pagi tidak sempat sarapan di rumah. Lelaki itu memang beralasan ingin berangkat ke sekolah lebih cepat.

Tadi pagi dirinya mendatangi kediaman Seraphina. Tapi ketika sampai di depan rumah gadis itu, Chandra mengurungkan niatnya. Lelaki itu pikir, tidak seharusnya ia terlalu mengkhawatirkan Seraphina. Chandra memang selalu menahan dan menyangkal perasaannya. Ditakutkan semuanya akan menjadi boomerang di kemudian hari.

"Btw, lo udah mulai jarang kumpul, Dra," celetuk Bian setelah menandas habis minumannya.

"Oma gue lagi enggak mau ditinggal," timpal Chandra.

"Bukan karena Si Cupu 'kan?"

Chandra memutar matanya kesal melihat raut wajah Bian. Ingin rasanya Chandra menonjok wajah itu. Entah kenapa Bian selalu mengaitkan kehidupannya dengan Seraphina. Ayolah, gadis itu tidak cukup berarti untuk seorang Chandrabha Anubhawa.

"Sekali lagi lo ngomongin Si Cupu ..., habis lo di tangan gue." Ancaman Chandra tak menyurutkan keberanian Bian.

"Lah, kok Masnya marah. Fiks sih ini, lo udah suka sama Si Cupu." Setelah menyelesaikan kalimatnya, terlihat Bian mengambil ancang-ancang.

"Anjing! Gue cuma enggak suka aja lo bahas Si Cupu terus." Chandra menatap sengit ke arah Bian.

"Masa?" satu kata tapi mampu membuat darah Chandra mendidih.

Bian berlari kencang. Teramat sangat. Bahkan beberapa kali menabrak siswa yang sedang mengobrol di koridor.

"Bangsat. Sini lo anjing!" maki Chandra mengejar Bian.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang