Part 13

92 5 0
                                    

Happy Reading

*
*

Seharian ini perempuan itu di monopoli Oma Chandra. Seraphina bahkan harus memohon supaya diperbolehkan pulang. Dirinya baru bisa meninggalkan kediaman Chandra ketika jam sudah menunjukkan pukul 19.00 malam.

Saat ini keduanya tengah diperjalanan pulang. Chandra kembali mengantarnya dengan mobil. Perempuan itu juga membawa serta makanan—disimpan di bagasi mobil—dari rumah Chandra.

"Capek banget, ya?"

Chandra memilih membuka suara. Ekor matanya melihat Seraphina mengusap tengkuk. Perempuan itu pasti pegal harus meladeni curhatan Sang Oma. Jika bukan karena dirinya dan Sang Opa yang membantu Seraphina. Pastilah gadis itu resmi menginap di rumahnya.

"Enggak juga, kok." Seraphina beralibi.

"Oma memang gitu. Sekalinya suka sama orang, ya, suka banget. Begitu juga sebaliknya."

"Jadi?" tanya Seraphina tidak mengerti arah pembicaraan Chandra.

"Siap-siap aja lo bakal sering ke rumah. Sampai dipaksa nginap." Lelaki itu terkekeh.

Seraphina mengulum senyum. Perasaannya tidak bisa menolak ketika dirinya semakin berharap untuk mendapat perhatian Chandra, terlebih Oma lelaki itu menyukainya.

"Udah mau sampai," ucap Chandra menyadarkan Seraphina.

Gadis itu lebih dulu turun ketika mobil Chandra menepi di pinggir jalan depan lorong. Chandra juga ikut turun, menghampiri Seraphina setelah membuka bagasi. Gadis itu menerima beberapa kotak makan dengan senyum tulus terpatri di wajah kusamnya.

"Terima kasih," ucap Seraphina membuat Chandra mengangguk. "Lo hati-hati bawa mobilnya," sambungnya kali ini Chandra mengernyit.

"Lo, gue antar sampai depan rumah."

"Eh, enggak usah. Udah dekat, itu." Tunjuk Seraphina.

"Gue maksa," tukas Chandra.

Seraphina menatap genggaman tangan mereka. Lelaki itu berjalan lebih dulu diikuti Seraphina. Jantung gadis itu kembali berdetak ketika merasakan tangan kasarnya di genggam hangat oleh tangan sehalus sutera milik Chandra.

"Sana, masuk," titah Chandra.

"Iya. Lo hati-hati. Ingat jang—"

"Jangan ngebut." Chandra memotong kalimat Seraphina.

"Eh?"

"Gue udah hapal di luar kepala. Kali ini gue enggak bakal ngebut. Demi calon pacar."

Seraphina berlari memasuki rumahnya tanpa ingin repot membalas rentetan kalimat Chandra. Perempuan itu malu. Sekujur tubuhnya sudah menunjukkan reaksi memerah. Tingkat kemerahan tubuhnya seperti terkena alergi akut.

"Lebay memang!" batinnya mencibir.

"Ih ..., Chandra. Lo ngeselin banget." Seraphina menggeram kesal.

***

Seminggu sudah sejak perempuan itu datang ke rumahnya. Seperti biasa, rutinitasnya hanya berputar di sekeliling Seraphina. Chandra juga semakin menunjukkan ketertarikannya. Bahkan hampir setiap hari, ketika lelaki itu mengantar Seraphina ke tempat kerja. Chandra akan dengan sengaja mampir sekedar membantu Seraphina merapikan buku. Jika ditanya, lelaki itu hanya akan menjawab—demi calon pacar.

Semua perlakuan Chandra tidak lepas dari degupan—kian menggila—gadis itu alami. Setengah mati Seraphina mengontrol dirinya untuk tidak terbawa perasaan karena sadar akan ketimpangan ekonomi dan fisiknya. Gadis itu tentu berkecil hati. Walau pada waktu-waktu tertentu, Seraphina ingin mengalirkan perasaannya untuk Chandra tanpa memedulikan dinding tak kasat mata di antara mereka.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang