Part 8

100 3 0
                                    

Happy Reading

*
*

Chandra menghentikan motornya tepat di salah satu rumah bertingkat dua. Sedangkan sedari tadi Seraphina berdecak kagum melihat rumah Chandra. Perempuan itu bahkan menatap sekeliling dengan pandangan berbinar.

Rumah lelaki itu tidak megah seperti istana kerajaan, tapi cukup membuat Seraphina takjub. Halaman yang luas, ditumbuhi tanaman yang dia pun tidak tahu namanya. Lalu pada sudut rumah terdapat kolam renang yang membuat Seraphina ingin segera menjatuhkan dirinya.

"Sera, ayo buruan," panggil Chandra ketika sadar hampir meninggalkan gadis itu.

"Eh—iya."

Perempuan itu mengikuti langkah besar Chandra memasuki rumah. Lagi-lagi gadis itu dibuat menganga melihat isi dalam rumah Chandra. Padahal rumah lelaki itu tidak seberapa mewahnya dibanding rumah-rumah megah yang pernah ditontonnya sewaktu kecil, tapi Seraphina tetap dibuat takjub.

Seraphina dan keudikannya berhasil membuat dirinya kembali dirundung malu. Perempuan itu bahkan tanpa sadar memasuki kamar dari Oma Chandra. Semua pasang mata menatapnya bingung. Terlebih seorang pria lanjut usia yang duduk pada salah satu sofa di sudut kamar.

"Oma kenapa bisa sakit, Om?" tanya Chandra sudah duduk di sebelah neneknya yang tengah tertidur.

"Kecapekan habis bersih-bersih halaman belakang. Untung tadi ada Bi Inas yang dengar mama teriak," jawab Om Egra mendekati Chandra.

"Terus kenapa Chandra ditelepon?"

"Mama ngelantur katanya ajalnya udah dekat. Jadi minta telponin kamu."

Chandra menghela napas lega mendengar jawaban barusan. Walaupun perasaan geli tidak mampu disembunyikan karena Sang Oma bertingkah kekanak-kanakan lagi.

"Teman kamu? Tumben bawa cewek ke rumah." Terdengar nada jahil dari perkataan Om Egra.

Lelaki itu berdecak pelan karena menyadari keteledorannya membawa Seraphina sampai ke rumah. Apalagi ketika melihat kepala perempuan itu senantiasa menunduk. Tangannya sedari tadi memilin baju seragam dengan kaki bergerak gelisah.

Sontak Chandra beranjak menghampiri Seraphina yang sedari tadi berdiri di antara pintu kamar. Dirinya ingin segera mengantar Seraphina pulang, sebelum sesuatu bertambah rumit.

"Chandra antar dia pulang dulu." Chandra mengitrupsi kepada semua orang yang berada di kamar.

"Kenapa buru-buru?" tanya Om Egra bangkit dari duduknya.

"Chandra tadi enggak sengaja bawa dia kemari. Telpon Om bikin Chandra panik," jelasnya.

Chandra bahkan malas menyebut nama Seraphina kepada keluarganya. Lelaki itu tidak terlalu peduli jika dirinya dibilang tidak sopan.

"Kita makan dulu. Bi Inas sudah masak."

Opa bersuara berdiri menghampiri mereka semua. Kakek dari Chandra itu menelisik penampilan Seraphina membuat perempuan itu kembali menunduk.

"Egra," titah kakek memperingati anaknya selaku orang yang Chandra segani.

"Ajak teman kamu makan," titah Om Egra.

Om Egra lebih dulu menyusul ayahnya. Disusul Chandra dan Seraphina di belakang. Dangan ogah lelaki itu mengikuti Sang Pemilik Rumah. Jika saja Om Egra tidak ada, sudah dipastikan Chandra menulikan telinga.

Di meja makan semuanya makan dalam diam. Deru napas dari masing-masing mereka mungkin bisa terdengar karena keheningan yang tercipta.

Sesekali Chandra mengulum senyum menatap Seraphina yang terlihat gemetar. Pegangan pada sendok dan garpu perempuan itu sungguh memprihatinkan. Chandra tebak, mungkin jika memiliki cukup keberanian sedari tadi Seraphina meninggalkan kediaman kakek dan neneknya.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang