Part 21

80 2 0
                                    

Happy Reading

*
*

Semenjak kedatangan Chanda, lelaki itu semakin jarang berkumpul dengan Bian ataupun kekasihnya. Fokus Chandra teralihkan, apalagi saudara perempuannya terus mengekor ke mana pun dirinya pergi.

Remaja tanggung itu cukup mengerti, mengapa Chanda sampai bersikap demikian. Kehilangan dua orang berarti sekaligus membawa dampak besar untuk gadis itu. Ibu dan saudara yang selalu ada melindunginya, harus terpaksa berpisah oleh garis takdir. Sehingga ketika Chandra kembali masuk dalam genggamannya, tentu Chanda tidak akan membiarkan lelaki itu pergi lagi. Tidak akan. Chanda butuh perlindungan.

Sekedar bertukar pesan dengan Seraphina sudah jarang Chandra lakukan. Kehidupan lelaki itu semakin larut dalam kungkungan saudaranya. Seperti sekarang, Chanda merengek ingin mengikuti Chandra. Lelaki itu sudah kehabisan cara meladeni adiknya. Berbagai sogokan kini tak berarti.

"Nanti abang beliin makanan, deh," bujuk Chandra, senjata terakhir.

"Emangnya Chanda pengemis. Uang Chanda banyak, kalau habis nanti minta ayah lagi. Pokoknya Chanda mau ikut, titik!" ujarnya panjang lebar berakhir dengan tangan sudah disilangkan ke dada.

"Iya udah, buruan ganti baju. Telat semenit, abang tinggalin," jengah Chandra melihat adiknya berlari menuju kamar mandi.

"Udah belum?" teriak Chandra sesekali melirik arlojinya.

"Sabar Abang," jawabnya tak kalah keras.

Chandra melihat penampilan adiknya. Perempuan itu tampil anggun dengan dress vintage—kesukaan ibunya. Secara tidak sadar dirinya membandingkan adiknya dengan Seraphina. Kekasihnya hanya suka memakai pakaian sederhana. Mungkin Chandra akan meminta satu atau dua dress adiknya untuk Seraphina kenakan.

"Dasar tidak bermodal!" pikirnya mengingatkan.

Gadis itu langsung menggamit tangan Chandra. Senyumnya sedari tadi terpatri. Oma yang melihat mereka ketika sampai di ruang tamu ikut tersenyum menyaksikan keakuran kedua cucunya. Keputusan Chanda untuk tinggal di kediaman Danadyaksa menjadi pewarna kehidupan mereka.

"Cucu-cucu opa mau ke mana, ini?" sapa Opa tidak sekaku dulu.

"Mau jalan dong, Opa. Chanda diajakin Abang jalan-jalan."

Chanda berseru girang dengan senyum yang kian betah bersemayam. Sedang Chandra mendelik, sejak kapan dirinya mengajak. Saudaranya yang sedari tadi merengek minta ikut.

"Uangnya masih ada? Kalau kurang, nanti opa suruh Om Egra transfer," ucap Oma di balas anggukan pelan oleh Chandra.

"Chanda sama Abang pergi dulu, Oma, Opa," pamitnya setelah Chandra berlalu lebih dulu.

***

Sedari tadi Chanda terus bersenandung riang menikmati kebersamaannya dengan Chandra. Tidak peduli ke mana lelaki itu akan membawanya, satu yang pasti Chanda harus ikut. Gadis itu terlampau senang karena disambut baik oleh Chandra.

Chanda pikir, saudaranya akan terus bersikap dingin. Tak mengajaknya bicara walau Chanda terus berusaha menceritakan kesehariannya bersama ayah mereka.

Mobil Chandra berhenti tepat di sebuah toko buku tua. Netranya tidak bisa menembus pintu kaca untuk melihat sosok Seraphina. Pikirnya, gadis itu tengah merapikan buku di rak belakang.

Semenjak kedatangan Chanda, intensitas pertemuan mereka menurun drastis. Itulah saat ini Chandra berinisiatif mendatangi tempat kerja kekasihnya. Rasa bersalah karena telah menelantarkan gadis itu juga kerap kali membuatnya susah tidur. Memikirkan asupan Seraphina dan kedua adiknya menjadi kegelisahan terbesar seorang Chandra.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang