Part 33

93 4 0
                                    

Happy Reading

*
*

Pancaran baskara tak menghentikan laju motor Chandra membelah jalanan Ibu kota. Tarikan pedalnya menambah kecepatan lelaki itu. Tujuannya menuju salah satu showroom yang sudah beberapa hari ini dihubunginya.

Lelaki itu ingin menyelesaikan perkaranya dengan Biantara Arjuna—temannya. Waktu yang tersisa tidak kurang dua hari lagi. Sebelum menjajakkan kaki ke tempat roda besi itu, Chandra terlebih dulu mentransfer sejumlah uang dalam nominal luar biasa untuk ukuran anak remaja. Jarinya bahkan harus menanggung lelah demi menekan tombol angka di mesin ATM. Mengulangi transaksi hingga mencapai nominal yang diinginkan.

Demi memperlancar siasatnya, Chandra membuat ATM baru ketika umurnya diharuskan memiliki kartu identitas. Semua tidak lepas dari tipu muslihat mengelabui Om Egra. Bukan perkara gampang jika adik dari mendiang ibunya mengamuk. Chandra tidak ingin meretakkan gendang telinga karena wajengan-wajengan memuakkan itu.

Seringai licik terpatri di wajah tegasnya. Langkah panjangnya menghantarkan Chandra mencapai tujuan. Sejuknya air conditioner menerpa lapisan epidermis lelaki itu. Beberapa sales menyambut hangat seolah Chandra anak keturunan raja.

Aura yang lelaki itu keluarkan mampu memancarkan pesona untuk menarik perhatian orang sekitar. Tidak peduli jika umurnya masih tergolong remaja.

Bukankah aura kelas golongan atas selalu memiliki ciri tersendiri?

"Panggil manager kalian?" congkak Chandra serupa elang membidik mangsanya.

Sedetik kemudian perintah lelaki itu diindahkan. Barulah netranya bebas menyorot mobil dengan harga fantastis. Chandra tidak terlalu peduli dengan merek mobil. Selagi bisa digunakan dan tak merepotkan—semua bisa dipertimbangkan—dipakainya berkeliling kota tidak menjadi masalah.

"Dengan saudara ... Dia Chandrabha Anubhawa?" tebak manajer itu memanggil nama lengkapnya teramat lengkap sampai Chandra mengira awalan depan namanya adalah bentuk kata ganti orang ketiga.

Chandra mengangguk samar, menelisik rupa Si Manajer. Umurnya diperkirakan menginjak usia kepala tiga. "Mobil yang saya pesan mana?" tanyanya formal tak ingin berbasa-basi.

"Di sana, Mas. Mari, ikut saya," timpal Si Manajer. Bingung hendak memanggil Chandra dengan panggilan sopan seperti apa.

"Serinya sama?" tanya Chandra memastikan. Tangannya menyentuh sekilas mobil itu. Satu umpatan berhasil lolos dari bibir padat—berisinya. Sialan. Bian gambaran manusia pengeruk harta.

"Sama seperti yang Mas pesan. BMW 218i Gran Coupé Sport," jelas Manajer itu.

"Saya transfer setengah dari harga. Setelah mobil sama surat-suratnya lengkap, baru saya transfer setengahnya lagi," papar Chandra tak ada senyum menyambangi bibirnya.

"Sesuai kesepakatan kita via whattsap. Benar?" Manajer itu mengulum senyum di akhir kalimat.

Chandra membalas dengan senyum singkat. Hanya menarik sudut bibirnya beberapa detik. Setelahnya kembali memasang wajah datar. Lelaki itu terlampau malas berbicara dengan orang baru. Biarkan saja dirinya dicap tidak sopan.

"Siapa peduli?!" Serunya dalam hati.

"Tidak ingin dilihat-lihat dulu?" tanya Si Manajer.

"Saya percaya. Tapi jika sekali saja saya temukan mobil ini bermasalah. Anda bisa tebak konsekuensinya," jelasnya sedikit mengancam.

Manajer itu menyakinkan Chandra dibalut pengalamannya menerima customer. "Anda bisa percaya saya," balasnya.

Netranya melirik arloji berharap manajer itu mengerti kodenya. Sepertinya langsung, ketika lelaki matang itu mengajak menuju ruang administrasi. Melengkapi semua kelengkapan pembelian.

L O S T (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang