I Knew It

1.1K 235 70
                                    

Dalam cerita novel ataupun kehidupan selalu ada si baik dan si jahat. Anggapan itu tak berarti bagi seorang Melody selama 16 tahun selalu menganggap dunia ini tak ada si jahat. Namun, mulai hari ini dia akan mengatakan bahwa dia bertemu dengan orang jahat. Gerry. Ah mengingatnya saja membuat Melody kesal.

"Lo nggak mau mampir beli makan dulu?" tanya Archie ketika mereka berhenti di lampu merah.

Sejujurnya Archie masih khawatir dengan Melody, dia tahu bahwa gadis itu tak pernah mengalami hal liar seperti tadi. Dan, kemungkinan apa yang terjadi tadi bisa mengakibatkan trauma bagi Melody.

"Nggak. Aku nggak laper." Archie melirik wajah kesal Melody, sepertinya kejadian Gerry tadi mempengaruhi mood gadis itu.

"Gue traktir." Biasanya gadis diboncengannya ini akan menyukai ide seperti itu, tapi Melody kali ini kembali menolak maka pusinglah Archie dibuatnya.

"Mau ke pet shop?" tanya Archie lagi.

"Nggak," jawab Melody acuh.

Archie ingin menawarkan hal lain tapi kepala beserta helm Melody sudah menempel pada punggung Archi kemudian dengan lirih gadis itu berkata, "Aku mau pulang aja." Dari situ Archie tahu bahwa tak ada yang bisa dia lakukan untuk gadis yang memeluknya dari belakang.

Angin sore dan gemuruh kendaraan menjadi satu-satunya yang bersuara. Melody masih setia memeluk Archie dari belakang tanpa membuka mulut dan Archie masih memutar gas dengan pelan seolah ia tak ingin tangan kurus Melody berhenti melingkar di perutnya.

"Archie," panggil Melody tiba-tiba.

"Apa?" tanya Archie yang ada rasa lega karena gadis itu kembali memanggil namanya.

"Kenapa kamu pelan-pelan? Lengan kamu sakit?" Rasa sakit yang dikhawatirkan oleh Melody tak pernah ada, karena jika boleh jujur itu adalah hal biasa bagi Archie. Namun, kekhawatiran Melody selalu bisa dijadikan alasan oleh Archie.

"Iya, kita berhenti bentar di tempat makan itu ya?"

"Iya." Jika tau bahwa lengannya bisa menjadi alasan, sejak tadi Archie akan menggunakannya.

Melody mengekor di belakang Archie seolah Archie adalah ayahnya. Archie tak banyak protes, dia yakin bahwa tenaga Melody sedang terkuras akibat kejadianyang tadi.

"Kamu mau makan apa aku pesenin."

"Apa aja, dua porsi ya." Melody mengangguk meganggap bahwa itu hanya untuk Archie seorang padahal lelaki itu sengaja memesan dua porsi untuk dia dan juga Melody.

Tak berapa lama Melody kembali kemudian duduk sambil menatap lengan Archie yang terbungkus jaket hitam. Merasa diperhatikan lengannya Archi menggunakan kesempatan itu untuk mendapat simpati Melody.

"Aduh," rintihnya pelan secara sengaja dan itu sukses membuat wajah Melody menjadi panik kemudian tanpa aba-aba dia duduk di samping Archie dan meminta Archie melepas jaketnya.

Si hitam lepas dari tubuh Archie, di situlah Melody mulai kembali melihat darah keluar dari lengan lelaki itu yang sudah diperban walaupun tak banyak. Namun, sebagai manusia yang tak pernah melihat hal seperti itu Melody khawatir.

"Archie, kita ke dokter aja yuk." Satu sisi Archie kasihan pada Melody, tapi satu sisi dia senang diperhatikan seperti ini.

"Nggak usah, ini bukan apa-apa. Gue makan aja sembuh." Tepat setelah Archie mengatakan itu pesanan mereka datang dan tampa ragu lelaki itu mengambil sendok dan menyuapkan ke mulutnya. 

"Tapi, tetep aja itu sakit." Melody dengan sengaja menyentuh luka itu dan Archie menjatuhkan sendoknya karena kaget sekaligus merasa perih.

"Are you okay? Told you! Kita harus ke dokter. Tangan kamu aja nggak bisa ngangkat sendok." Archie menghembuskan napas, sepertinya dia harus menuruti keinginan Melody, jika tak ingin wajah gadis itu mendung seperti saat ini. "Iya, abis makan ya, Irish. Gue laper."

Monolog RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang