Aku Pilih Dia

902 223 37
                                    

Hidup adalah tentang pilihan dan kadang pilihan yang diberikan bukanlah sekedar pilihan yang mudah layaknya memilih jenis ice cream. Kadang, pilihan itu berupa dua hal yang sama-sama penting seperti yang kini dihadapi oleh Melody. gadis itu kini dihadapkan pada pilihan antara sahabat dan "teman: yang tentu saja akan mudah untuk memilih sahabat yang lebih lama dia kenal dan dekat dengannya.

Namun, entah bagaimana dia tak bisa dengan cepat memilih Oline dibandingkan dengan Archie. Apakah itu artinya Archie memiliki salah satu tempat di hati Melody? Melody tak berani menjawab karena untuk saat ini hal yang berbau romance harus dia hempaskan. Bukan saatnya.

Bicara tentang Archie, lelaki itu tiba-tiba menelponnya, sungguh kebetulan yang aneh karena saat ini dikepala Melody pun berniat untuk menelpon Archie. "Halo," sapa Melody.

"Gue di luar rumah lo, gue ketok pintu tapi nggak ada yang bukain. Lo di rumah kan?" Berita tentang keberadaan Archie tentu membuat Melody panik bukan main, dia berniat hanya bicara dengan archie melalui telepon bukan muka ketemu muka. Jika seperti ini bagaimana Melody bisa menata bahasanya jika mata Archie terlalu mengintimidasinya.

"Aku .. aku di rumah."

"Mama?" Tentu saja mama yang dimaksud Archie adalah mama dari melody bukan mamanya yang sempat mengamuk karena luka di lengan Archie beberapa menit yang lalu.

"Mama di rumah juga, tapi mungkin lagi di kamar jadi nggak denger."

"Ya udah sekarang turun, bukannya ada yang perlu kita omongin?" Deg, seketika Melody merasa bahwa Archie adalah sejenis cenayang yang bisa tahu apa yang ada dalam pikirannya.

"Archie, aku males buat turun. Kita ngomong lewat hp aja ya."Archie mendesah mungkin kesal karena langkah selanjutnya yang lelaki itu ambil adalah mematikan panggilan tersebut.

"Dia marah?" tanya Melody pada Hank yang tak memberi jawaban apapun selain dengkuran halus menggemaskan.

"Dia marah." Kali ini Melody yakin bahwa Archie marah.

"Gue nggak marah." Sebuah suara terdengar dari arah balkon kamarnya dan jika itu bukan jin yang menyamar maka itu adalah Archie.

"Archie?" tanyanya memastikan apakah itu benar wujud Archie atau makhluk lain.

"Siapa lagi?" tanyanya kemudian masuk ke dalam kamar Melody dan duduk di karpet dengan bersila.

"Ngapain ke sini?" tanya Melody masih bingung, kenapa lelaki tampan badung ini naik ke kamarnya yang tak pernah dimasuki lelaki lain selain keluarganya.

"Lo bilang lo males turun, ya udah gue naik." Jawaban yang masuk akal, tapi jelas apa yang dilakukan oleh Archie akan memberikan beberapa akibat yang nantinya bisa merugikan lelaki itu, mati misalnya.

"Kenapa lewat tembok? Kenapa nggak masuk aja? Kalo kamu mati gimana?" Kali ini Melody marah, jika saja Archie sedikit membuat kesalahan rumahnya akan muncul di salah satu surat kabar dengan berita "Diduga karena sang pemilik rumah enggan membukakan pintu seorang tamu rela naik tembok dan terjatuh hingga meninggal.

"Karena lo nggak bukain pintu! Lagian nggak ada ceritanya orang mati jatuh dari lantai 2, nggak usah lebay." Archie dengan gaya sinisnya.

"Jangan disepelein Archie! Orang jatuh di kamar mandi aja bisa mati apalagi dari lantai 2." Jika dipikir-pikir ucapan Melody cukup masuk akal mengingat ada beberapa orang tua temannya yang meninggal setelah kepeleset di kamar mandi.

"Oke, oke. Terserah lo." Archie memilih untuk tak memperpanjang urusan naik-naik ke kamar Melody.

"Jangan terserah! Kamu harusnya nggak naik-naik kayak gitu! Bahaya! Jangan diulang lagi."

Monolog RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang