"Pak Sis tahu tidak nyamuk kebon?"
"Tahu, Den Ayu. Yang besar-besar."
"Iya. Besar tapi plonga plongo. Lain sama nyamuk rumahan. Kecil tapi judes."
"Persis..."
"Persis Kiko ya, Pak Sis?"
Tawa memenuhi teras rumah untuk sebuah percakapan yang tidak ada juntrungannya itu. Candaan tentang nyamuk kebon itu nyatanya seperti telah menjadi darah daging pada Kiko yang mendengarnya dari bapak dan ibunya. Fakta tentang nyamuk kebon itu bertambah seiring bertambahnya usia Kiko. Suara tawa mereka membuat semarak teras pagi itu.
"Aduh! Sakit Ibuuu...Pak Siiis...itu loh ibu nyubit..."
Kiko mengusap bahunya yang baru saja dicubit oleh ibunya. Dan dengan wajah polos gadis itu mencari pembelaan dari Pak Sis yang duduk di sebuah dingklik kayu di depannya.
"Yang sakit itu Pak Sis, Michiko. Kamu kalau garuk-garuk ketombenya Pak Sis sampai begitu. Merah-merah pasti. Ibu juga tidak yakin Pak Sis punya ketombe. Mbok disudahi kebiasaan kamu itu..."
"Tidak apa-apa Den Ayu. Tidak sakit."
"Tuh Bu...tidak sakit..."
"Hiiiih...bocah kok ya ngeyel kalau dikasih tahu apa-apa. Pak Sis, jangan dibela to..."
Kiko menatap ibunya yang menghentak kaki dengan gemas dan berjalan masuk sambil melipat sebuah handuk kecil. Kiko segera meneruskan kegiatannya. Mencabut uban dan menggaruk ketombe di kepala Pak Sis.
"Ibu itu menikah waktu masih muda banget loh Den Ayu. Umur 23 akhir sudah punya Den Ayu Kiko."
"Ya bagaimana tidak mau menikah muda? Secara gebetannya seperti bapak. Kalau tidak buru-buru nanti disambar wanita lain nanti dia nangis."
"Huush."
Pak Sis menempelkan jari telunjuknya ke mulut dan menoleh menatap pintu utama rumah yang terbuka. Mereka kembali menahan tawa.
"Den Ayu tidak mau seperti ibu?"
"Menikah muda? Huum...tidak."
"Kalau ketemu jodohnya sebentar lagi, bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."