Setelah tertahan di kantor satu jam lebih, nyatanya berada di dalam mobil menuju Mantrijeron tidak membuat Kiko tenang. Dia menjadi sangat waspada dan mengamati sekeliling dengan tatapan penuh kecurigaan. Kiko melirik kaca spion dalam mobil berulang kali untuk melihat kemungkinan anak buat Sanusi Baco menjadi kurang kerjaan mengikuti mereka.
"Tidak ada Dek. Kewaspadaan kamu tuh mengalahkan detektif."
Kiko tertawa sumbang. "Deg-degan aku Mbak."
"Ya karena kamu senang yang begini ini."
"Hehhehehe..." Kiko tertawa panjang dan menoleh ke arah Mbak Dida yang melajukan mobil dengan tenang. "Mbak Jum aman kan ya Mbak?"
"Aman. Tapi Ibu dan adik laki-lakinya terpaksa harus pulang dulu ke Kaliurang untuk meminimalisir kecurigaan. Setidaknya, kalau orang-orang Pak Sanusi mencari mereka, mereka bisa menghadapinya sambil bersikap seolah mereka tidak tahu keberadaan Mbak Jum. Itu lebih baik."
"Huum..." Kiko mengangguk-angguk dan menegakkan tubuhnya. Dia menelan ludah. "Mbak tidak khawatir dengan Mas Ilman?"
"Buat?"
"Mas Ilman kan..."
"Itu kan dari dia bukan dari Mbak."
"Huum." Kiko kembali mengangguk. Dia merasakan Mbak Dida mulai membangun benteng pada Mas nya itu. Entah apa yang mereka bicarakan selain Mas Ilman yang mengatakan cinta kemarin? Jelas Mbak Dida belum memberikan jawaban apapun terlihat dari sikapnya. Tentu saja seperti itu. Kiko masih berpikir Mas nya sangat bodoh. Sekelas Mbak Dida mana mau mengusik orang lain walaupun yang diusik adalah seorang perempuan yang bersikap layaknya Dewi Nemesis yang penuh pembalasan. Atau Dewi Hera yang pencemburu dan mampu melakukan hal jahat karena kecemburuan nya itu? Mbak Dida itu Dewi Athena yang lemah lembut sekaligus kuat. Aphrodite jaman sekarang. Yang cantik dan berkelas.
"Pria sama saja. Suka sekali memulai segala sesuatu sementara dia belum menyelesaikan masa lalunya."
"Yaaah...rata-rata seperti itu."
Kiko mengangguk ketika Mbak Dida menyetujui ucapannya. Mereka menghela napas bersamaan saat mobil memasuki kediaman Pananggalih dan gerbang rumah kembali tertutup rapat. Mbak Dida terlihat melambai ke arah Pak Kelik yang dengan sigap memberinya hormat.
"Banyak mobil, ada tamu?"
Mereka melayangkan pandangan ke jalanan menuju teras rumah induk. Di sana berderet lima buah mobil.
"Mobil Bapak, Pakde Farel, Om Dicky, Om Bondan...dan..." Kiko menyipit. "...mobil staf rumah tangga Bausasran? Ada apa mereka berkumpul?"
Para orang tua berkumpul di ruang santai yang terhubung ke pendopo tepat di tepi kolam renang. Kiko menyalami semua yang ada di ruangan itu tanpa kecuali. Plus, menginjak kaki Mas Ilman yang nyatanya juga sudah sampai di rumah itu. Pria itu meringis tapi tidak mengucapkan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."