Setelah sesi saling bertanya kabar dan perkenalan yang sekedarnya. Begitulah Bapaknya memperkenalkan Om Bondan pada Bapak dan Ibunya Mbak Kinan. Mereka duduk berhadapan dan Kiko yang membantu Mbak Gi mengantarkan teh beranjak."Nak Michiko bisa di sini karena saya pikir semua harus mendengar pembicaraan ini."
Kiko tertegun dan mengangguk. Dia menoleh kepada Mbak Gi memberi kode agar wanita itu kembali ke rumah induk.
"Silahkan diminum dulu tehnya."
"Terima kasih banyak Pak Banyu Biru." Kali ini pria dengan status Bapak sambung itu yang angkat bicara. Pria yang menurut pengamatan Kiko adalah pria dengan pembawaan sangar dan keras. Suaranya nge bass dan dalam. Tubuhnya terlihat atletis berbalut setelan mahal. Kumis tebal melintang menambah full penilaian Kiko bahwa pria itu seperti jagoan.
"Istri saya kebetulan sedang ada keperluan di luar negeri. Jadi kalau sekiranya pembicaraan ini penting nanti saya akan meneruskannya pada istri saya. Ada apa Pak, Bu?"
"Saya kemari untuk meminta tolong dibantu membatalkan rencana pertunangan Kinanti dengan Ilman."
Apalagi? Kiko sudah bisa menebak apa yang akan menjadi topik pembicaraan pagi itu. Kiko menunduk sesaat setelah Ibunya Mbak Kinan selesai bicara. Wanita itu sepertinya benar-benar tidak mau merestui anaknya berjodoh dengan Mas Ilman.
"Kami punya alasan khusus..." Suara wanita bernama Sri Wigati itu. "...demi kebaikan Nak Ilman."
Kiko menetap Bapaknya yang seperti tertegun. Alis pria itu bertaut dalam.
"Demi kebaikan Ilman?"
"Saya pikir dia tahun tidak cukup membuat Ilman mengenal anak saya dengan sebenar-benarnya mengenal. Ah...Kinan memang pandai sekali bersandiwara. Dia masih sering hidup di dunianya sendiri dan tidak bisa membedakan apakah dia bersandiwara atau tidak. Dia sakit..."
Kiko menelan ludah kelu. Dia segera bisa menangkap apa yang dimaksud oleh Ibunya Mbak Kinan itu.
"Kinan mungkin sudah sembuh kalau patokannya adalah diagnosa secara medis. Tapi saya Ibunya. Saya yang paling tahu anak saya. Dia tidak pernah benar-benar sembuh. Bahkan saya selalu berpikir dia bisa menjadi sangat berbahaya jika dilepas ke masyarakat."
"Istri saya melakukan kesalahan dengan mengatakan bahwa Nak Ilman tidak cukup pantas bagi anak kami. Yang sebenarnya adalah semua ketidakpantasan itu adalah milik kami. Hanya saja kami bingung karena kami tidak bisa melarang Kinanti untuk apapun yang dia inginkan."
"Saya mengerti sekarang. Maafkan kami sudah...berburuk sangka Pak. Semoga kami dapat memperbaikinya. Tapi, rasanya mustahil kalau Ilman tidak mengetahui bagaimana Kinanti sebenarnya bukan?"
"Bahkan untuk seorang ahli sekalipun." Ibu Sri Wigati menggeleng. "Mereka masih bisa tertipu."
"Astaghfirullah."
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romansa"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."