"Kamu merasa Mas memanfaatkan kamu atau tidak?"
"Apa penting berpikir seperti itu? Aku yang mau. Kalau itu yang Mas lakukan dan itu bisa membuat Mas tidak pergi dari aku, apa pentingnya hal itu? Mas lakukan atau tidak, aku tidak perduli yang penting Mas tidak meninggalkan aku."
"Bertahanlah sedikit lagi di sini ya."
Ilman menatap Kinanti yang tidak segera menyanggupi apa permintaannya. Wanita itu terdiam membisu dan mendongak perlahan.
"Mas hanya ingin tahu kan dimana wanita-wanita itu?"
Ilman duduk perlahan. "Aku juga tidak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kamu bilang Bapak selalu mendikte kamu dan kamu berpikir bahwa itu adalah semacam mencuci otak kamu."
"Benar. Aku merasa seperti itu. Tapi mungkin juga tidak. Dia melakukan apa yang harus dilakukan seorang Bapak pada anak perempuannya."
Ilman menelan ludah kelu. Sepuluh hari menjauhkan Kinanti dari Bapaknya dan tidak ada pergerakan apapun dari pria itu? Ilman bahkan sudah tidak tahu lagi jenis manusia seperti apa Sanusi Baco? Pria itu jelas tidak merasa kehilangan anak perempuannya.
"Dan dimana wanita-wanita itu?"
"Mereka akan dibuang terpencar. Aku memang risih dengan kehadiran mereka dalam hidupku Mas. Aku tidak mengenal mereka. Tapi aku tahu Bapak biadab dengan melakukan itu."
"Dimana?"
Kinanti menelengkan kepala perlahan dan menatap Ilman yang juga menatapnya lekat. Tawa aneh keluar dari mulut Kinanti. "Ini tujuanmu sebenarnya Mas? Lalu setelah kamu tahu kamu akan membuang aku? Begitu?"
"Berapa kali kita bicarakan hal ini Kinanti? Heh?!" Ilman mulai tidak sabar dengan sikap Kinanti yang selalu mencurigainya. Nada bicaranya naik satu tingkat dan dia segera menyesalinya. Wajah Kinanti justru mulai meredup dan dia mulai menangis.
"Maaf..." Ilman meraih pundak Kinanti dan membawanya ke pelukannya. "...tapi mereka manusia, Dek. Walaupun keadaannya seperti itu."
"Aku benci wanita itu. Hama Rudiningsih itu menghancurkan pernikahan Ibu dan Bapak. Memporak-porandakan impianku tentang keluarga yang utuh. Dari wanita itu semua berawal. Kekacauan."
"Kamu tidak akan menang dengan cara seperti ini. Kamu tahu Eyang Mayang dulunya seperti apa? Dan apa yang dilakukan Ibuku?"
Kinanti melepaskan pelukan Ilman dan beringsut menjauh. "Aku bukan malaikat."
"Kalau begitu kita lakukan dengan cara kamu. Bagaimana? Kamu ingin wanita itu dibuang sama Bapak kan? Kita bisa melakukannya."
"Mas juga bukan iblis yang bisa melakukan itu. Mas tidak akan tega." Kinanti mulai mencemooh Ilman dan menatapnya sinis seakan dia benar-benar tidak percaya Ilman sanggup melakukan hal yang baru saja dia katakan.
"Oke. Mas menyerah. Mas tidak akan mengancam tapi ini adalah keputusan yang kamu buat. Itu berarti kita memang harus berpisah. Kalau peperangan antara keluarga Mas dan Bapak kamu harus terjadi, maka terjadilah. Mas antar kamu pulang." Ilman beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
PINK IN MY BLUE
Romance"Heh cewek sipit, medhok..." "Hisssh...jauh-jauh..." "Nama kok seperti es jeli." "Hiish...saya sumpahin Mas naksir!" "Aku? Naksir kamu?" "Iya." "Bilang R dulu yang benar baru nanti ditaksir. Hahaha..." "Mas Ankaa jeleeeeeek..."