Bab 110. Kembali Pada Tempatnya Semula

2.4K 484 52
                                    

Kesibukan terjadi sesaat kemudian selama menunggu ambulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesibukan terjadi sesaat kemudian selama menunggu ambulan. Mereka melakukan pertolongan pertama dibantu oleh Ankaa melalui sambungan telepon. OB yang mempersilahkan Mia menunggu di dalam kantor-- yang baru saja kembali dari membeli sarapannya--, terlihat kebingungan sampai Mbak Dida menepuk pundaknya dan memintanya menunggu di depan kantor dengan pesan agar mengarahkan petugas medis ke gedung itu ketika mereka sampai.

"Ini kalau sampai kenapa-kenapa...tempat ini akan menjadi TKP, Dek."

"Aaaah...kenapa harus kemari sih..." Kiko menatap Mbak Dida dan berkata tanpa suara. Mbak Dida yang berhasil menerjemahkan gerakan bibir Kiko mengendikkan bahu. Suara sirine meraung di kejauhan membuat Kiko yang sedang memegangi tangan Mia dan mengangkatnya agar posisinya lebih tinggi dari kepala, kembali beradu pandang dengan Mbak Dida. Kali ini raut kelegaan terpancar di wajah mereka.

"Mbak..."

Mereka menoleh ke arah sumber suara. Mas OB masuk dengan wajah serius dan mengarahkan dua orang petugas medis memasuki area istirahat itu. Kesibukan segera terjadi dan dua petugas medis itu mengambil alih Mia. Erangan lirih terus terdengar. Kiko segera berdiri diikuti oleh Mbak Dida yang beringsut dan mematikan sambungan teleponnya dengan Ankaa.

"Kita perlu ikut ke rumah sakit tidak, Mbak?"

"Kata Ankaa kita tunggu dulu dan jangan membersihkan tempat ini."

"Bagaimana dengan keluarganya? Mas Ankaa yang akan mengabari mereka? Kita mau tidak mau terlibat."

Mereka keluar dari kantor dan berdiri di trotoar bersama Mas OB yang masih shock.

"Mas, minta tolong dicarikan kain penutup di gudang ya." Sekali lagi Mbak Dida menepuk pundak pria itu yang terlihat bengong.

"Baik, Mbak."

"Oke. Nanti saya bantu memasangnya di dalam."

Mas OB itu mengangguk dan berjalan masuk dengan ragu. Bunyi berderak ranjang dorong yang dilipat dan di dorong masuk ke ambulan membuat mereka menoleh. Keadaan Mia yang masih sadar membuat mereka sedikit lega. Petugas medis melambai ke arah mereka dan ambulan kembali meraung.

Pusat bisnis Terban mulai menggeliat. Lalu lalang kendaraan mulai terlihat. Begitu juga orang-orang yang memiliki usaha di tempat itu, mulai membuka tempat usaha mereka. Kiko masih berdiri terpaku di trotoar bersama Mbak Dida. Dia melambai pada Mbak Asih yang akan membuka pintu toko roti budenya.

"Ternyata orang-orang dengan orientasi seksual yang menyimpang seperti itu sanggup melakukan tindakan ekstrim ya Mbak. Apa dia sangat putus asa karena keadaan pacarnya itu?"

"Hiish...aku kok geli ya dengan sebutan itu. Wah... jangan-jangan aku sudah menjadi homophobia ini."

"Lebih ke tidak mau ikut campur kan Mbak...bagiamana pun orang-orang seperti itu menimbulkan kemudharatan bagi orang-orang tidak bersalah yang ada di sekitar mereka."

PINK IN MY BLUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang